PADANGPANJANG-SUMATERA BARAT
Sekretariat: Jln. Bundo kanduang No.35 Padangpanjang HP.081393286671 Email:sjdoesy@gmail.com

Jumat, 25 Juli 2008

BIODATA WIKO ANTONI,PENULIS BUKU CATATAN “PERANG” SEORANG SENIMAN ACEH


BIODATA PENULIS BUKU CATATAN “PERANG” SEORANG SENIMAN ACEH


Wiko Antoni lahir di Rantaupanjang 4 April 1978. aktif berteater semenjak SLTP dengan mengikuti sangar keliling “Taruna Muda” yang merupakan sanggar teater Ludruk dan ketoprak di daerah transmigrasi Hitam Ulu, kabupaten Merangin (sekarang kecamatan Tabir Selatan)..
Sudah menulis sejak SD, pertama kali cerpen dipublikasi adalah “Bunga Merah dalam Dusun” yang mendapat juara 2 lomba menulis cerpen siswa SMA se kabupaten Sarko-Jambi (1995).

Sejak 1998 belajar teater di STSI Padangpanjang. Aktif di Komunitas Seni Kuflet Padangpanjang-Sumatera Barat, di Kuflet selalu dipercayakan sebagai skenografi oleh Sulaiman Juned. Pernah pentas di IKJ-TIM tahun 2000 bersama kelompok teater Hitam-Putih dalam lakon “Menunggu” karya/sutradara Yusril. Menulis drama, Diam (1999), Liliput (2000) Laskar Inong Bale (2001) Gerimis (2005), Amigdala (2006), Dharmasraya (2007), Tak Seindah itu(2007), Skizofrenia(2007), (dibalik Cinta Putri Nilam (2008), Darah-Dara (2008). Tulisan berbentuk essey, Seni Pertunjukan Implikasi Realitas Sastra (jurnal Eskpresi Seni, UPT Komindok STSI Padangpanjang terbit tahun 2000), “Mempertanyakan Sebuah Rumah : Sebuah analisis Multi Disipliner terhadap karya Toni Aryadi”, Jurnal Palanta, UPT Komindok STSI Padangpanjang, “Tragedi Cantoi” Sulaiman Juned, Eksternalisasi Agarophobia, Jurnal Gema Seni UPT Komindok STSI Padangpanjang, (2007). Tulisan kritik seni, “Di atas langit masih Ada Langit: Peperangan Antara Etika dan Estetika” sebuah analisis terhadap karya Indah Panca Priyatiningrum, “Nritta Dewi” Menncari Bentuk, analisis multi dimensi terhadap karya tari Kadek Dewi Aryani, Jurnal Harian FKI No. 2, 4 Festival Kesenian Indonesia, Sekolah Tinggi Seni Indonesia Padangpanjang. 2001. Artikel, Mencari Cinta dalam Perbedaan, Jurnal FKI, No 3, Festival Kesenian Indonesia, STSI padangpanjang, 2001. Cerpen, Kisah yang Belum Usai” tabloid Mahasiswa laga-laga Seni Budaya No. 211 Th XX No 3 tahun 1998 “Balada Cinta Pengamen Jalanan” Majalah Mashasiswa ‘Laga-Laga’ No 1 th 1 sem 1 tahun 2001. saat ini mengajar teater di SMKN I Padangpanjang. Aktif mencipta lagu-lagu Minang dan lagu Slow Rock. Mempersiapkan diri untuk melanjutkan Studi Pasca Sarjana di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta-Jawa Tengah. (Dek Jal Aceh)

KENANGAN PAHIT TENTANG TEMAN YANG LUPA PERSAHABATAN

KONKLUSI

Dari buku CATATAN “PERANG” SEORANG SENIMAN ACEH

KENANGAN PAHIT TENTANG TEMAN YANG LUPA PERSAHABATAN

Perjalanan manusia memang tak selamanya ‘mulus’ dalam hidup, ada kalanya kita kecewa dengan kenyataan. Proses dalam berkesenian kerab orang-orang yang kita percayai ternyata bukanlah pribadi sesuai dengan pemikiran kita. Persahabatan yang ditinggikan dalam pergaulan seni, dapat saja menjadi sempalan. Bila suatu ketika menemukan orang yang ternyata tak mengerti makna persahabatan janganlah berduka, karena itu pasti terjadi pada setiap makhluk bernama manusia. Hal ini terjadi pula dalam proses kreatif Sulaiman Juned di Padangpanjang.

Tanggal 15 Maret 2002, sebuah kejadian yang tak terbayangkan dialami Sulaiman Juned. Dua orang anggota “kuflet” yang sudah menjalin persahabatan bertahun-tahun dalam sebuah “Keluarga” melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika seorang sahabat. Eko Prayitno dan Muzdar adalah dua teman sekaligus ‘adik’ yang telah bersama Sulaiman Juned sejak tahun 1998. Berdasarkan kebutuhan casting Sulaiman Juned mempercayakan mereka berdua sebagai tokoh penting dalam lakon “Jambo” Luka Tak Teraba. Selama satu tahun proses latihan mendapatkan hasil maksimal. Pertunjukan yang dipersiapkan ini merupakan proses penting pula bagi Sulaiman Juned, karena menyangkut dengan Tugas Akhir di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Padangpanjang.

Sebelum kejadian ini, telah terjadi pula ‘perpecahan’ serius di “Kuflet” sebagian anggota memahami “kuflet” dengan pemahaman yang lain dari visi Sulaiman Juned tentang komunitas teater. Beberapa oknum anggota menggunakan sekretariat untuk bermesra-mesraan (padahal bukan muhrim atau suami istri). Sulaimann Juned dengan tegas tidak menyetujui hal ini, oknum-oknum tersebut tersinggung karena Sulaiman dianggap mencampuri urusan pribadi mereka. Akhirnya Sulaiman Juned bersama teman-teman yang berpandangan sama tentang eksistensi sebuah komunitas teater ‘memecat’ mereka dari keanggotaan, walaupun diantara oknum tersebut banyak yang terlibat sebagai pemain atau tim produksi “Jambo” Luka Tak Teraba” yang didesak ded line harus segera pentas.

Kejadian tak terduga yang ‘mencoreng’ nama baik orang-orang teater ini, terjadi seminggu sebelum pertunjukan dilaksanakan. Akhirnya Sulaiman Juned harus mengcasting ulang pemain-pemain baru, padahal pertunjukan semakin dekat, bila pertunjukan batal artinya Sulaiman Juned gagal ujian akhir dan harus menunggu enam bulan lagi untuk dapat ujian ditambah membayar SPP satu semester lagi. Hal yang paling rumit adalah waktu untuk mendaftarkan diri sebagai Dosen di STSI Padangpanjang, karena usia Sulaiman yang sudah 37 tahun, sementara kesempatan menjadi Pegawai negeri untuk sarjana S-1 adalah usia 35 tahun. Perjuangan Mursal Estenlah yang memungkinkan Sulaiman Juned didaftarkan menjadi Dosen di STSI, waktu itu beliau sudah sakit-sakitan, andai Mursal Esten tidak ada maka gagallah Sulaiman jadi dosen. Hal ini terbukti setelah enam bulan Sulaiman Juned diangkat menjadi Pegawai negeri beliau benar-benar menghadap yang Kuasa.

Syukurlah kejadian buruk dapat diatasi dengan “menyulap” aktor baru, yang kemudian bermain dengan proses latihan hanya satu minggu. Mulai reading hingga pentas. Berkat pertolongan Tuhan dan keseriusan teman-teman di “Kuflet” pertunjukan tersebut jauh dari kata gagal, bahkan termasuk ke dalam kategori pertunjukan yang baik.

Kenangan tersebut sampai sekarang masih menjadi catatan pahit dalam memaknai persahabatan, namun Sulaiman Juned menganggap itu sudah berlalalu. Apa yang dilakukan Muzdar dan Eko Prayitno adalah ‘kebodohan’ mereka dalam mengartikan persahabatan, Sulaiman Juned hanya berharap suatu ketika ‘kebodohan’ musnah dalam diri mereka sehingga Tuhan menunjuki makna sakral sebuah persahabatan.

SEMAI ITUPUN “BERKECAMBAH” SUDAH

Perjuangan Sulaiman Juned ‘mengkaderkan’ seniman muda di Padangpanjang mulai menampakkan hasil. Walau diantara teman-teman ada yang ‘datang dan pergi’ namun saat ini dari beberapa seniman muda yang ‘menempa diri’ di “kuflet” mulai nampak eksistensinya. Ajaran untuk ‘menjadi diri sendiri’ telah melahirkan seniman muda berbakat yang berjalan dengan kepribadian dan pola kesenimanan sendiri. Kalau di “Cempala Karya” ia disebut “Pawang” di “kuflet” Soel disebut ‘tukang sulap’ yang mampu membina orang-orang yang belum mengerti teater menjadi ‘orang kuat’ dalam berkreativitas dalam waktu singkat.

Walau dalam usia relatif singkat “Kuflet” mampu melahirkan seniman-seniman muda yang berkarya cukup baik misalnya Arnaldoriko, yang pada tahun 2000 menciptakan drama berjudul “Persimpangan”. Naskah lakon ini melukiskan pertarungan batin dua tokoh tentang hakekat hidup, seks, cinta dan Tuhan. Drama ini seolah digambarkan bahwa Tuhan sebenarnya ada dalam diri manusia. Penolakan terhadap eksistensi Tuhan artinya penolakan terhadap diri sendiri. Selain menulis drama ia juga dikenal sebagai aktor dan sutradara yang cukup baik. Kemudian Ika Trisnawati, seorang aktris muda dan sutradara berbakat. Muzdar seorang aktor yang memiliki talenta luar biasa walaupun akhir meninggalkan “kuflet’ dengan cara yang kurang baik, Eko Prayitno seorang seniman muda yang pernah di bina A.A. Linde, menjadikan “kuflet” sebagai persinggahan dan pergi dengan cara tidak terhormat akhirnya berhasil menjadi seorang sutradara di Batam. Rustam Efendi aktor yang kuat yang juga seorang perupa, Leni Efendi aktris dan sutradara yang lumayan bagus, Azhadi Akbar aktor yang sangat pandai bermain monolog. Zulfikar, sutradara berbakat yang banyak tidur, juga ahli dalam tata cahaya, ahli-ahli desain panggung yang muncul dari “kuflet” adalah Adriyandi, Zulfikar, Mahruzal. Orang-orang muda inilah yang diharapkan menjadi seniman-seniman ‘besar’ dimasa mendatang. Ilmu yang diperoleh saat menempa diri di ‘kuflet’ ditambah kemauan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan bereksplorasi dimasa mendatang, mereka-mereka ini menjadi penerus tongkat estafet keseniman baik di dalam maupun di luar “kuflet”. Dimanapun mereka berada tetap bertanggungjawab untuk terus dan terus belajar, berkesenian dan semakin arif dalam berpikir. Sulaiman Juned tentu saja membanggakan mereka semua, bagaimanapun selama di “kuflet” ia telah menguras tenaga dan pikiran untuk membina ‘yunior’ yang rela ‘berpayah-payah’ bersamanya untuk melakukan berbagai eksplorasi kesenimanan. Namun pada suatu kesempatan ia pernah berkata “Mereka yang berhasil menjadi seniman di ‘kuflet’ adalah orang yang menikmati hasil atas kerja keras terhadap usaha menempa diri dan menimba ilmu selama di ‘kuflet’. Sementara mereka yang gagal adalah sang pemalas, menggunakan “kuflet” sekedar tempat singgah atau pula punya niat terselubung tentang sebuah komunitas teater”. Demikianlah Sulaiman Juned memandang ‘adik-adik’ nya yang mulai beranjak ‘dewasa’ dibelantika kesenimanan. Harapan terbesar dalam dirinya adalah suatu ketika diantara para kawula muda “Kuflet” tersebut benar-benar muncul seniman yang handal dimasa datang. Memiliki kematangan konsep, keterampilan memadai, dan cara berpikir yang mantap, sehingga mereka dikenal sebagai seniman baik ditingkat lokal, bahkan kalau mungkin tingkat internasional. Mengapa tidak, pintu sudah terbuka, para insan muda harus berusaha menggali potensi dalam diri. Mereka semakin mantap menggeluti seni.

Semoga ajaran yang di dapat di ‘kuflet’ bahwa manusia tidak boleh berhenti belajar, serta pemahaman tanggungjawab seniman yang harus terus berlatih seumur hidup tidak pernah mereka lupakan. Sulaiman Juned dan “kuflet” menunggu karya brilian ‘mengguncang’ pentas dunia teater dan menjadi pembicaraan kalangan para seniman dan kritikus. Tidak ada guru yang tak mencintai muridnya dan kebahagiaan terbesar seorang guru adalah ketika muridnya berhasil melebihinya dalam pemahaman keilmuan. Itulah filosopi seorang guru. Membukakan pintu dunia untuk semua orang, kemudian menunggu apa yang di dapat orang dalam pergulatannya dengan ilmu. Saat orang itu berhasil mendapat banyak darinya ia tidak akan iri bahkan gembira melihat keberhasilan orang yang dibukakannya pintu itu.

NaZent

MENULIS BERITA ITU GAMPANG

MENULIS BERITA ITU GAMPANG: TENTU MEMANG TIDAK MUDAH, KUNCINYA KEMAUAN dan KEBIASAAN

Oleh: Sulaiman Juned *)

Pendahuluan.

Unesco pernah berpesan:

‘tugas wartawan itu mengisikan air ke sumur tanpa dasar dengan keranjang,

dua puluh empat jam sehari, tujuh hari dalam seminggu’

Begitulah tokoh pers dunia itu. Lalu bagaimana dengan anda(?) Apakah siap menjadi orang yang mengisikan air dengan memakai keranjang (?) Jika tidak siap, tak usah kita bicarakan tentang jurnalistik hari ini karena akan sia-sia. Jika siap mari kita mulai dengan niat suci ‘melalui pers kampus saya akan menyampaikan kebenaran walaupun pahit kenyataannya’ berani. Jika berani ayo kita mulai. Mengapa ini penting. Beberapa tahun yang lalu saya berhenti sebagai redaktur pelaksana di sebuah koran independen karena permasalahan ini. Pemimpin Redaksi (Pemred) meminta kepada saya agar berkenan memuat tulisan yang bertolak belakang dengan kebenaran. Menurut beliau; wartawan itu memang wajib menuliskan/mengabarkan kebenaran, tetapi tidak semua kebenaran itu wajib di tulis…. Begitu idealisme beliau.

Berangkat dari idealisme yang menyesatkan itu, saya mengundurkan diri dari wartawan karena idealisme pers kami sudah berseberangan. Sekali lagi apakah anda siap? Jumat siang, 20 Juni 2008 dua rekan anda mampir ke rumah, meminta saya jadi nara sumber pada hari ini. Saya terima dengan senang hati. Mereka minta saya memberikan materi Lay-Out, saya kira ini tidak penting. Bagi wartawan yang paling penting adalah bagaimana menulis dengan bahasa jurnalistik, ini yang lebih penting. Hal ini tentu membuat menulis itu sangat gampang, tentu memang tidak mudah. Jika ingin menulis itu menjadi gampang ini tifenya:

Menulis Berita: Berpikir dulu baru menulis atawa menulis dulu baru berpikir.

Berita merupakan sajian utama sebuah media masa. Mencari bahan berita lalu menyusunnya merupakan tugas pokok wartawan serta redaksionalnya. Berita merupakan laporan tercepat dari suatu peristiwa atau kejadian yang faktual, penting dan menarik bagi sebagian besar pembaca. Jadi berita boleh juga terdapat unsur keanehan atau ketidaklaziman sehingga mampu menarik perhatian pembaca. Misalnya begini; jika ada berita seekor harimau mencakar manusia, itu biasa. Namun jika ada seorang manusia menampar harimau sampai rontok giginya, itu luar biasa.

Kharakteristik utama sebuah berita ketika dipublikasikan di sebuah media massa (layak muat) dengan adanya nilai berita (jurnalistik): (1) Cepat, yaitu aktual dan tepat waktu. Berita itu memunculkan sesuatu yang baru, atau tulisan yang memberi pemahaman atau informasi yang sebelumnya pembaca tidak tahu. (2) Nyata, informasi tentang sebuah fakta, bukan fiksi atau karangan dalam dunia jurnalistik fakta (faktual) terdiri kejadian nyata, pendapat, pernyataan sumber berita menjadi dapat di percaya. (3) penting, menyangkut kepentingan orang banyak. Peristiwa yang berpengaruh bagi kehidupan orang banyak. Misalnya; BBM naik, mahasiswa demontrasi, atau Uang SPP di Perguruan Tinggi melambung tinggi, banyak mahasiswa terpaksa berhenti. (4) Menarik, berusaha mengundang orang untuk membacanya. Berita yang menarik selain aktual dan faktual selalu saja menyangkut kepentingan orang banyak. Jika menghibur, berita tersebut lucu. Ada pula mengandung keganjilan atau keanehan atau berita human interest (menyentuh emosi dan menggugah perasaan). Jadi sebuah berita haruslah memiliki ke empat unsur tersebut. Mari kita berkaca pada diri, apakah kita sudah melakukan ini? Jika sudah, berita kita pasti dibaca orang. (tidak perlu lay-outnya menarik tapi isiannya memenuhi kreteria ini sudah pasti dibaca orang. Apalagi jika perwajahannya bagus dan menarik ).

A. Pedoman Dasar Menulis Berita

Apakah benar ada rumus untuk menulis efektif, secara teoritis memang ada teknis untuk menjadi penulis. Namun teknis ini tidak mampu menjadi panglima dalam diri penulis jika menulis tidak diasah, terus dan terus serta terus lalu terus menulis. Kebiasaan menulis harus terus dibiasakan walau hanya menulis berita. Menulis berita dewasa ini satu kalimat harus mampu mengakomodasi 17 kata, satu kalimat terdiri pula dari induk kalimat dan anak kalimat. Lantas dalam satu alenia terdapat satu topik utama dan minimal tiga kalimat penjelas. Selanjutnya saya ingin mengungkapkan 13 dasar dalam menulis berita.

  1. Menulis untuk mengungkapkan bukan untuk mempengaruhi, menulis berita karena memiliki fakta untuk disampaikan. Penulis hanya bertugas untuk menyatakan gagasan, pendapat dengan ringkas, dan objektif.
  2. Menulis itu tentu lewat proses berpikir, bukan juga suatu kebetulan tetapi proses berpikir menjadi sangat menonjol. Jika fakta tidak memadai sesuatu yang ingin disampaikan pasti kabur. Jadi untuk data jadi akurat, buatlah kerangka tulisan terlebih dahulu, catatlah semua fakta melalui urutan yang paling penting dan logis. Pilihlah ide yang menarik untuk dapat dijadikan paragraf pembuka.
  3. Kata-kata yang digunakan mudah diketahui, kata merupakan alat wartawan. Kosa kata yang dimiliki tergantung dari bacaannya. Penulis yang baik adalah juga pembaca yang sangat baik. Kebiasaan membaca menjadi modal utama dalam menulis tentunya ketika memilih diksi jurnalistik. Berkomunikasi secara tertulis perlu menggunakan kata-kata yang ada dalam pikiran pembaca. Jadi pakailah kata-kata yang mudah dan sudah dikenal oleh pembaca, akibatnya pembaca lebih mudah memahami tulisan sang wartawan.
  4. Hindari kata yang kurang berarti dalam kalimat, menulis secara efektif tentulah kemampuan menulis secara ringkas. Hilangkan kata-kata yang tidak perlu. Tiap kata harus memiliki arti. Kalimat yang tersusun menjadi ekonomis. Contoh (1) Sebuah alat yang bertangkai panjang dipakai untuk membalikkan tanah di kebun= Cangkul. (2) Mampu melarikan diri= lolos.
  5. Memakai kalimat singkat, Ilmu jurnalistik juga berkembang, buktinya; pada abad 17, satu kalimat terdiri atas 45 kata. Abad 19, menjadi 30 kata. Sekarang ini sebuah kalimat yang ekonomis terdiri hanya 17 kata. Alasan untuk mempersingkat kalimat agar ekonomis, dan tidak rumit, serta mudah dipahami. Satu kalimat harus mengandung satu gagasan lalu pakailah titik atau koma untuk memecah kalimat menjadi komponen ide.
  6. Paragraf juga hendaknya singkat, paragraf yang panjang terkesan menumpuk dan kurang menarik. Paragraf singkat enak dilihat, dan dibaca, serta memudahkan rujukan. Setiap paragraf memuat ide yang lengkap, mulailah menulis dengan kalimat peralihan atau memakai kata penghubung ‘selanjutnya’, ‘disamping itu’ dan lain-lain. Khusus pada paragraf terakhir, berpisah dengan pembaca menyajikan pokok pikiran berita.
  7. Hendaknya memakai bentuk aktif, Gunakan bentuk aktif, karena mampu memberikan sifat mengena, dan singkat pada tulisan. Hal ini menjadikan tulisan lebih efektif. Contoh: Abu melakukan sesuatu. Abu (subjek), Melakukan (prediket), sesuatu (objek).
  8. Pergunakanlah kata kerja, usahakan mempergunakan kata kerja dalam kalimat bukan kata benda. Kata benda cenderung bersifat statis, terutama yang abstrak sementara kata kerja membuat berita lebih hidup.
  9. Bahasa khusus dan kongkret, jauhkan diri dari kata yang abstrak membumbung tinggi. Pergunakanlah kata khusus dan kongkret yang dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium baik oleh penulis dan pembaca. Contoh: Pistol lebih jelas dari senjata genggam, palu lebih fokus dari benda tumpul. 250 karyawan lebih spesifik dari ‘banyak orang’.
  10. Kata sifat digunakan seperlunya saja, kata sifat apabila tepat penggunaannya dapat membantu menulis laporan yang baik. Namun jika terlalu banyak akan menghasilkan prosa yang sulit di cerna sebagai berita. Kata sifat menyebabkan penulis mengungkapkan perasaan secara berlebihan.
  11. Menulis seperti apa yang sedang diceritakan, wartawan sering menuliskan berita secara berlebihan. Pembaca sering kehilangan kepercayaan. Wartawan cenderung ketika diminta untuk menceritakan kejadian/peristiwa di lapangan akan lebih tepat, jelas dan logis ketimbang ia menulis berita. (Ini pengalaman ketika menjadi redaktur di sebuah media di Aceh) jadi untuk menulis berita yang baik, tulislah seperti apa yang sedang diceritakan.
  12. Merevisi tulisan, mengoreksi dan mengubah sesungguhnya bagian dari menulis. Setelah tulisan selesai, baca tulisan itu dengan suara yang keras untuk menemukan kalimat yang harus diubah dan dibuang. Perhatikan kata yang ‘hebat’ tapi tak ada arti, ungkapan yang sudah usang, kalimat yang tidak perlu, paragraf yang tidak ada pengaruhnya terhadap keutuhan tulisan. Buang seluruhnya, betapa segar bagian yang tersisa. Wartawan itu, harus menjadi editor bahkan sebagai pembaca terlebih dahulu sebelum tulisan dibaca orang lain.
  13. Penutup, kesalahan yang terbesar ketika tak mampu mengendalikan pemakaian kata. Atas dasar itu, buatlah kalimat singkat. Terpenting janganlah berkotbah dalam menuliskan berita. Pakailah kutipan, dan masukkan unsur manusiawi, serta yang paling penting adalah disiplin untuk usaha memberikan informasi sekaligus mempengaruhi pendapat.

B. Mencari Bahan Berita

Mencari bahan atau meliput berita, sekaligus proses perencanaan, penyusunan, penulisan dan penyuntingan naskah berita. Meliput berita setelah melewati proses perencanaan dalam rapat redaksi. (Rapat redaksi misalnya memutuskan untuk memuat berita tentang kenaikan BBM atau tentang kenaikan Uang SPP di sebuah Perguruan Tinggi) maka wartawan akan mengejar pihak-pihak yang berkompenten untuk wawancara menjadi sumber berita. Wawancara itu disebut news hunting (mencari/meliput berita). Ada tiga tekhnik untuk meliput berita:

1. Reportase

Kegiatan jurnalistik meliput langsung ke lapangan. Wartawan datang langsung ke tempat kejadian, mengumpulkan data/fakta tentang peristiwa tersebut. Fakta yang dikumpul harus memenuhi minimal formula 5 w + 1 H:

What = Apa peristiwanya.

Who = Siapa yang terlibat dalam peristiwa itu.

Where = Dimana kejadian tersebut.

When = Kapan kejadian peristiwa itu.

Why = Mengapa peristiwa bisa terjadi.

How = Bagaimana proses kejadian peristiwa tersebut.

Pencarian atau peliputan berita dengan mendatangi secara teratur pihak-pihak yang berkompeten menjadi sumber berita seperti, pihak pemerintah, swasta atau tempat yang memungkinkan munculnya peristiwa, informasi dan lain-lain. Selanjutnya sangat perlu dipahami dalam peliputan berita, yaitu Kode Etik Jurnalistik, Kejujuran dalam mendapatkan berita yang bahwasannya kebenaran sesungguhnya lebih penting daripada menjadi wartawan itu sendiri. Perlakuan adil bagi semua pihak yang menjadi objek berita. Sebelum menuliskan menjadi berita terlebih dahulu meneliti kebenaran sebuah fakta/data.

2. Wawancara

Wawancara bertujuan menggali informasi, komentar, fakta, opini atau data tentang suatu masalah. Teknisnya dengan mengajukan pertanyaan kepada nara sumber.

Hakekat dari wawancara adalah obrolan dengan topik pembicaraan tertentu dan terarah. Lakukan wawancara secara alamiah, jangan kaku. Pewawancara selayaknya mendengar, merekam, menuliskan ucapan nara sumber. Jangan lakukan wawancara dengan kepala kosong (Harus ada persiapan) cari referensi terhadap topik wawancara dan siapkan pertanyaan. Buat janji dengan nara sumber terlebih dahulu dan pastikan anda datang lebih awal dari waktu yang telah disepakati bersama. Jangan buru-buru mengambil buku catatan, hal ini membuat nara sumber gugup, perkenalkan diri terlebeih dahulu. Mulai dengan pertanyaan mudah yang membuat nara sumber rileks serta ajukan terlebih dahulu pertanyaan tentang ejaan nama dan tanggal lahir nara sumber. Lanjutkan dengan pertanyaan panjang yang membuat nara sumber memberikan jawaban panjang. Jangan biarkan nara sumber membaca hasil wawancara sebelum diterbitkan. Buatlah catatan singkat agar mudah dan cepat dalam menulis.

Kiat dalam wawancara sebagai praktisi jurnalisme setiap wartawan pada dasarnya memiliki kiat tersendiri dalam menemui, memancing seseorang untuk berkomentar tentang sesuatu hal. Wawancara akan berjalan baik melalui kecerdikan mengajukan pertanyaan dan kepekaan mendengarkan atau mencerna jawaban. Bobot wawancara tergantung kecerdikan pewawancara dalam mengajukan pertanyaan, jika bobot wawancaranya baik barulah tulisannya sangat baik. Kecerdikan wartawan melakukan pertanyaan ditempuh lewat tahap persiapan dan pelaksanaan wawancara.

Beberapa macam wawancara dalam dunia jurnalistik; pertama, Wawancara berita, wawancara untuk memperoleh keterangan, konfirmasi atau pandangan terhadap suatu peristiwa. Kedua, Wawancara pribadi, untuk mendapatkan berita tentang pribadi atau pemikiran terhadap suatu profesi. Wawancara ini untuk menghasilkan tulisan Profil. Ketiga, Wawancara Ekslusif, wawancara yang dilakukan seorang wartawan atau lebih secara khusus dengan interview. Keempat, wawancara sambil lalu, berlangsung secara kebetulan, dan tidak ada perjanjian terlebih dahulu. Kelima, wawancara keliling, wawancara yang dilakukan dengan menghubungi berbagai interview secara terpisah. Satu sama lainnya mempunyai kaitan dengan yang ditulis. Misalnya peristiwa kebakaran.

3. Riset Kepustakaan

Studi literatur merupakan teknik peliputan atau pengumpulan data dengan mencari kliping koran, makalah atau artikel koran, membaca buku atau mempergunakan fasilitas internet. Seorang wartawan bukan bekerja sebagai penulis saja, wartawan harus rajin juga membaca. Menjadi penulis yang baik, terlebih dahulu harus mampu menjadi pembaca yang sangat baik. Begitu.

4. Jenis dan Struktur Berita

Menulis berita, sebagai wartawan haruslah mengetahui jenis berita, di kancah jurnalistik ada beberapa jenis berita; pertama, Straight News yaitu berita langsung, ditulis secara singkat dan lugas. Halaman depan surat kabar (headline) sering menjadi berita jenis ini. Kedua, Depth News adalah berita mendalam dikembangkan dengan pendalaman dibawah suatu permukaan lewat riset kepustakaan. Ketiga, Investigation News pengembangan berita lewat penelitian atau penyeledikan dari berbagai sumber. Wartawan dalam mencari berita sering menyamarkan identitasnya agar dapat menemui sumber yang diu cari. Keempat, Interpretative News melakukan pengembangan berita melalui pendapat atau penilaian wartawan berdasarkan fakta yang ditemukan. Kelima, Opinion News, berita mengenai pendapat seseorang.

Sedangkan struktur berita, khususnya berita langsung selalu mengacu pada struktur piramida terbalik. Memulai tulisan berita dengan mengemukakan fakta/data yang dianggap paling penting, kemudian diikuti bagian-bagian yang dianggap agak penting, kurang penting. Bagian paling penting di dalam bagian kepala atau alinea pertama berita.

Bentuk paramida terbalik sangat menguntungkan pembaca dalam hal efesiensi waktu, karena langsung mengetahui berita paling penting. Disamping itu memudahkan kerja redaktur/penyunting/pakar bahasa untuk melakukan pemotongan naskah. Struktur berita selengkapnya terdiri dari;

  • Judul (head)
  • Dateline (tempat atau waktu berita itu diperoleh dan disusun. Contoh: Bukittinggi, PadangEkspres; Jakarta: Republika, dan lain-lain.
  • Teras berita (lead)
  • Isi berita (body)

5. Teras Berita

Bagian berita yang terletak dibagian pertama alenia pertama, bagian dari komposisi atau susunan berita setelah judul berita dan sebelum badan berita. Teras berita biasanya tersusun; pertama, Sumarry Lead/Conclusion Lead yaitu teras berita menyimpulkan atau dipadatkan. Kedua, Statemen Lead yakni teras berita yang berupa pernyataan. Ketiga, Quantation Lead, teras berita berupa kutipan. Keempat, Contrast Lead, teras berita yang kontras. Kelima, Exclamation Lead teras berita yang menjerit.

C. Bahasa Jurnalistik

Bahasa berita atau laporan surat kabar, tabloid, majalah, radio, televisi dan media on line internet yang tidak akrab dimata, telinga tidak layak disebut bahasa jurnalistik. Sudah saatnya lembaga pemantau media massa mau menyuarakan hak dasar masyarakat dalam menerima informasi yang aktual, lengkap, akurat, jernih dan terpecaya. Bahasa jurnalistik ragam bahasa yang digunakan oleh wartawan memiliki sifat khas; singkat, padat, sederhana, lancar, jelas dan menarik. Bahasa jurnalistik walaupun memiliki kekhasan tetap saja harus berpedoman pada Ejaan Yang Disempurnakan, dan tetap tidak boleh melanggar Tata Bahasa Baku Indonesia. Rincian yang membuat kekhasan dalam bahasa jurnalistik adalah:

  • Singkat: pendek dan ringkas beritanya tidak bertele-tele. Langsung kepada pokok masalah, tidak memboroskan waktu pembaca. Pesan yang akan disampaikan tidak boleh bertentangan dengan filosofi, fungsi, dan kharakteristik pers.
  • Padat: penuh, padu, berita langsung menuju ke sasaran. Padat yang dimaksud adalah sarat informasi, setiap kalimat dan paragraf memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca.
  • Sederhana: Tidak tinggi juga tidak rendah. Tidak berlebih-lebihan, lugas. Memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh masyarakat pembaca yang heterogen, baik dari tingkat intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan psikografisnya. Kata-kata yang rumit sangat tabu digunakan dalam jurnalistik.
  • Lancar: tidak tersangkut-sangkut, berlangsung dengan baik.
  • Jelas: nyata, terang, dan tegas, serta tidak ragu-ragu. Mudah ditangkap maksudnya dan tidak kabur.
  • Menarik: mempengaruhi atau membangkitkan hasrat untuk memperhatikan. Menyenangkan hati. Membangkitkan minat pembaca, memicu selera baca, bahasa jurnalistik tetap berpijak pada prinsip menarik, benar dan baku. Bahasa jurnalistik menyapa khalayak pembaca dengan senyuman atau cubitan sayang, bukan dengan mimik muka tegang atau kepalan tangan dengan pedang. Secara ideologis bahasa jurnalistik melihat setiap individu memiliki kedudukan yang sama sehingga orang tidak boleh diberi perlakuan yang berbeda.
  • Akurat: teliti, cermat, dan tepat benar.
  • Jujur: tidak berbohong, tidak curang, mengikuti aturan yang berlaku.
  • Aman: tidak merasa takut atau kawatir, dan tidak mengandung resiko.
  • Menghindari kata tutur, kata tutur adalah kata yang dipergunakan dalam percakapan sehari-hari secara formal. Kata yang dipergunakan dalam percakapan di warung kopi. Tidak memperhatikan struktur kata. Contoh: bilang, dibilangin, bikin, dikasih tahu, kayaknya, mangkanya, semangkin, kelar dan lain-lain.
  • Menghindari kata istilah Asing, berita ditulis untuk dibaca dan didengar. Pembaca harus tahu arti dan makna setiap kata yang dibaca. Berita atau laporan yang banyak diselipi kata-kata asing selain tidak informatif, dan komunikatif, juga sangat membingungkan.
  • Pilihan kata atau diksi yang tepat, bahasa jurnalistik ditentukan juga oleh efektifitas. Setiap kata yang dipilih tepat dan akurat sesuai dengan tujuan pokok yang ingin disampaikan kepada khalayak. Pilihan kata tidak hanya sebagai varian dalam gaya, tetapi sebagai keputusan untuk mencapai optimalisasi terhadap khalayak. Pilihan kata juga menyangkut fraseologi yang mencakup persoalan kata dalam pengelompokan atau susunannya. Sekaligus menyangkut cara khusus membentuk ungkapan. Sedangkan gaya bahasa merupakan bagian dari diksi yang bertalian dengan ungkapan yang individual atau karakteristik yang memiliki nilai artistik tinggi.

Penutup

Demikian. Tak ada yang tak dapat dilakukan di dunia ini oleh makhluk yang bernama manusia. Segalanya tergantung sebatas mana keinginan untuk menjadi diri lebih baik. Bukankah sebagai manusia dilahirkan ke muka bumi ini menjadi khalifah agar mampu memimpin, memenej diri dengan sempurna. Tife ini berkemungkinan dapat menjadi anda penulis, tetapi harus di tunjang oleh Kemauan-Kerja keras-Disiplin menciptakan manusia yang memiliki kemampuan. Begitu juga halnya dengan dunia jurnalistik; menulis itu gampang, tentu memang tidak mudah. Tetapi andai di tuntut oleh kemauan yang tinggi, tentu mampu mengalahkan orang yang memiliki kemampuan yang lebih tinggi namun tidak mempunyai kemauan untuk menulis. Semoga kita menjadi orang yang memiliki kemauan untuk menulis, siapapun pasti dapat menjadi penulis yang hebat.

Selamat. Semoga disini akan lahir pengganti Diponegoro, Adam Malik, Rosihan Anwar, Surya Paloh, Yacob Oetama, Syamsul Kahar dan sejuta si kuli tinta lainnya. Terakhir; jika yang saya katakan ini benar/semata-mata datangnya dari Allah/ penguasa alam jangat ini// dan jika yang saya katakan ini salah/maka itu datangnya dari diri saya yang hina dina ini/tak lepas dari khilaf dan salah sebagai makhluk bernama manusia. Amin.

Rumah Kontrakan, Padangpanjang, 21 Juni 2008

*) Penulis adalah dosen jurusan teater Sekolah Tinggi Seni Indonesia Padangpanjang, dan dosen luar biasa FKIP/bahasa dan sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat. Penyair-Dramawan-teaterawan yang mantan Wartawan.

**) Makalah ini dibacakan dalam Latihan Jurnalistik pada tanggal, 22 Juni 2008 di UKM.Pers STAIN Bukit Tinggi-Sumatera Barat.

KEPUSTAKAAN

Asep Syamsul M.Romli, 2005. Jurnalistik Praktis untuk Pemula, Bandung: Rosdakarya

AS Haris Sumadiria, 2006. Bahasa Jurnalisti, Bandung: Rosdakarya

Onong Uchjana Effendy, 1990. Ilmu Komunikasi, Bandung: Rosdakarya

Marthin Moentadhim S.M, 2006. Jurnalistik Tujuh Menit, Yogyakarta: Penerbit Andi

Sulaiman Juned, 1990. Menulis itu mengasyikkan dan mudah, Banda Aceh: Peristiwa

INDENTITAS DAN PONDASI KREATIVITAS YANG DIBANGUN SULAIMAN JUNED DI KOMUNITAS SENI “KUFLET” ...Wiko Antoni,S.Sn

PEMBASISAN KESENIMANAN SEKALIGUS KEIMANAN

A. INDENTITAS DAN PONDASI KREATIVITAS YANG DIBANGUN SULAIMAN JUNED DI KOMUNITAS SENI “KUFLET”

By Wiko Antoni,S.Sn

Sulaiman menatap masa depan komunitas yang dibangun dalam segala aspek, termasuk bagaimana seniman yang akan muncul ke depan dalam komunitas tersebut. Visi ini dirumuskan bersama teman-teman yang segaris dan sepandangan terhadap kader yang akan muncul. Proses ‘pendidikan seniman’ di “Kuflet” pondasi pendirian komunitas sebagai dasar melakukan pergerakan ke depan.

Pondasi kreativitas merupakan sebuah ideologi, walaupun sebenarnya tak layak orang teater bicara ideologi sebab ini ‘bibit ungggul’ untuk menyuburkan ego dalam diri seniman. Bicara ideologi sama dengan bicara dagangan. Seniman akan berlomba mengatakan ideologi mereka yang paling bagus, nah kalau sudah begini yang hadir adalah sinisme, padahal orang teaterlah notabene memperjuangkan persamaan harkat manusia. Ada baiknya juga dibahas tentang ideologi, yang penting dianut orang teater namun bukan memojokkan ideologi ini yang terbaik, sebab yang ter- itu bukan milik manusia. Bukankah kata Maha milik Tuhan, misalnya Maha Kuasa, Maha Tahu, Maha Suci dan sebagainya. Kalau manusia mendekati hal yang baik-baik sudah cukup, sebab kita hanya mampu berusaha untuk baik.

Sebaiknya orang teater beranjak dari kesederhanaan, berfikir sederhana menerima kenyataan dengan sederhana dan mengembangkan konsep pengharapan atas segala ikhtiar pada ketentuan Allah. Hidup adalah pertarungan kendati segala usaha adalah hak Tuhan dalam menentukan hasilnya. Berfikir perlu, bergerak tiada henti, latihan seumur hidup selama nyawa dibadan, tak ada kata pensiun dari pekerjaan seniman. Selagi masih sanggup berfikir dan berkreativitas pekerjaan sebagai seniman tetap dilakoni tanpa menyerah, tidak boleh cengeng menghadapi hidup karena hidup bukan tempat menangis tapi ajang perjuangan tak henti. Revolusi berfikir terus dan terus dilakukan. Kepekaan terhadap perkembangan, tidak ketinggalan oleh perkembangan zaman namun tak boleh tercerabut dari akar budaya bangsa Indonesia dan yang terpenting, anggota “kuflet” harus punya Tuhan dalam dirinya.

Teater bukan tempat opurtunis atau pemberontak yang mengacaukan kemapanan dan kedamaian berfikir, tapi merupakan komunitas yang setia memandang dunia dengan pandangan objektif dan berfihak kepada kemanusiaan secara global sesuai ajaran Nabi Muhammad SAW, ‘dan sampaikan olehmu walau satu ayat’, jadi dalam pandangan “kuflet” apa yang baik akan terungkap ditengah-tengah kerancuan keadaan sebagai refleksi visi terhadap kebenaran. Tidak mutlak pula teater terbuka dengan perbedaan visi terhadap persoalan tersebut, bukankah ilmu pengetahuan, kenyataan dan kebenaran rahasia Tuhan? Sedangkan manusia sebagai khalifah berusaha menterjemahkannya.

“Pengkaderan” yang dilakukan mengarah kepada pencarian hakekat hidup, bahwasannya hidup ini menuju satu titik yakni kematian. Mengutip Imam Al-Ghazali yang mengatakan hidup ini menuju keridhaan Tuhan maka sebaiknya dengan teater kita berusaha menanamkan jiwa pengabdian kepada Tuhan dan menggunakan Teater sebagai salah satu media pengabdian tersebut. Memang sangat muluk kedengarannya, namun sejauh pergulatan filosopis ini dapat dimaknai orang-orang teater dalam menggeluti teater itu sendiri. Akhirnya ‘perkelahian’ pikiran disebabkan perbedaan ideologi diantara teman seperjuangan, menolak karena tak setuju dihalangi kebebasan pribadi yakni persoalan moral. Sementara landasan ideal berkesenian, memuliakan nilai moral ajaran Nabi Muhammad melarang kebebasan yang sebebas-bebasnya.

Bagi orang teater yang setia terhadap pandangan di atas, perbedaan wajar saja terjadi dalam hidup. Bukankah menjalani hidup bila tiada perbedaan malah tidak menarik? Memilih untuk tidak sepakat ‘direlakan’ karena memang tidak mungkin mereka bersama padahal secara substansi ideologi mereka bertolak belakang dengan kenyakinan Kuflet.

Konsep modern bukan menerima mentah-mentah apa yang dibaca dari literatur barat. Modern sebuah anggapan sesuatu yang baru, kemudian melakukan pemilihan terhadap kecocokan konsep dengan estetika, etika dan moralitas. Begitu pula dalam dekonstruksi teater misalnya penghembusan kancah Post modern, lebih baik memilih konsep mendokonstruksi kesenian tradisional menjadi konsep kekinian, artinya menyajikan wajah sendiri ditransformasi menjadi modern.

Maksudnya bukan prinsip yang statis dan anti perubahan, setiap perkembangan dalam dunia kesenian ditangkap melalui prinsip “moralitas dan ajaran agama”, bila bicara seni untuk seni, maka seni dapat menjadi kotor padahal seni adalah media ekspresi batin yang jujur, mengetengahkan sifat kebenaran tertanam dalam hati. Imam Al-Ghazali menyebutnya sifat Illahiyyah dalam diri manusia. Berkomunitas bukan untuk terkenal, bukan pula penyaluran libido seksual atau membebaskan naluri hedonis rendahan. Jadi wajar dilakukan penolakan perilaku immoral. Teater tempat berekspresi, berkreatifitas dan jadikan ladang amal sebagai media berdakwah. Banyak orang mengatakan, seniman selalu gelisah, berfikir, bergelut dan bergulat diantara konsep. Sekaligus mempertanyakan realitas menuju pandangan yang tajam dan kritis. Membolak-balik logika, mengintip kebenaran ke lubang tikus. Kegelisahan spiritual dan progresifitas kesenimanan memunculkan karya-karya dahsyat ‘mencengangkan’. Saat itulah kegelisahan seorang seniman tervisualkan.

Pandangan seniman selalu gelisah dan ‘harus gelisah’ perlu dipertimbangkan kembali, orang yang bergelut dengan keindahan sepantasnya menatap hidup dari sisi yang indah terhindar dari kegelisahan jiwa. Walaupun banyak orang mengatakan kegelisahan ekspresif adalah kegelisahan dalam tanda petik, namun tetap saja kegelisahan adalah penyakit, ini berbeda dengan kecemerlangan berfikir yang seharusnya menjadi pondasi utama seorang seniman. Gelisah tak sama dengan cerdas, kecerdasan tajam dan sensitif terhadap fenomena perubahan. Gelisah meruapakan penyakit sedangkan cerdas kekuatan menafsirkan dunia dan mampu bertindak tepat dalam segala situasi. Coba pertimbangkan, mulianya tugas yang diemban manusia teater. Mengungkap berbagai sisi tersembunyi dari kehidupan, mengkaji dan mendielektikakan kebenaran serta, mengolah filsafat menemukan cara berfikir baru lewat media teater. Namun semua itu akan musnah kemuliaannya andai menerapkan mentalitas hidup rendahan, kemudian terkurung dalam perilaku syetan, menyombongkan diri atau menikmati teater sebagai tempat memuaskan hasrat hidup hedonisme maka ingatlah sumpah syaitan dihadapan Allah: dan aku suruh mereka (merubah ciptaan Allah) lalu mereka benar-benar merubahnya. (Annisa-199) dalam pikiran yang cemerlang terbentang dua jalan, pertama logika kedua rasio. Maka dari keduanya sampai kepada dua hal. Bila logika diperturutkan, maka kerangka logikanya hidup akan mati dan setelah itu hilang. Begitulah fenomena shisipus yang digambarkan Albert Camus, bila rasio diperturutkan maka sangat rasional dibalik yang kasat mata ada yang ghaib yaitu Tuhan. Ilmu pengetahuan membuktikan segala yang ada di alam raya ini serba teratur, dalam aturan rasio segala keteraturan ada pula sang pengaturnya. Sementara dalam rabaan indera tidak logis sesuatu yang tak tanpak nyata selalui dipercayai.

Apa yang melandasi cara pikir berubah seperti keinginan syetan dalam diri kita, teater membenturkan logika dengan rasio. Saat logika membantah rasio, pada kenyataannya bahwa perbenturan sosial merupakan kekacauan tak dikendalikan oleh apapun. Jadi Tuhan tidak penting, mengutip Zainudin Mz saat seperti itu akal menjadi berhala yang dipertuhankan. Bila ini terus berlangsung maka niat suci teater terkontaminasi nafsu. Muhammad Al-Ghazali pernah berkata, bila nafsu diikutkan dalam sisi berkehidupan maka ia merusak sendi kehidupan itu. Jika teater menjadi media pengabdian estetis, kita berada dalam keadaan bening otomatis hawa nafsu dapat membawa ke puncak ambisi yang menodai niat tulus. Amsal latihan malam dengan perempuan cantik, maka iman di uji, niat tulus untuk latihan dipertanyakan, berteater dengan niat tulus atau mencari pacar mengobral perselingkuhan mumpung ada kesempatan. Perilaku ini untuk cepat dikenal sebagai seniman hebat yang diperbincangkan di seantero nusantara, wah hebat. Bila ingin cari pacar ke pub saja, di sana tempat berkumpul pencipta maksiat. Jika ingin lebih cepat terkenal kencingi saja sumur zam-zam, jadi teater bukan tempat yang tepat buat hal tersebut.

Teater menjanjikan kebahagiaan dengan cara sendiri, bukan seperti bayangan orang, teater dapat hidup bebas, membebaskan cara berfikir, cara hidup dan menolak kungkungan konvensi serta nilai etika. Ini cara mencari kebahagiaan yang salah. Andaikan ingin tempuh cara ini lebih baik menjauhkan diri dari teater, sebab akan mengotori kesucian teater. Berfikir tajam dan kritis dalam teater frame memperindah kehidupan melalui aturan memanusiakan manusia, bukan berkoar-koar melakukan penolakan konvensi dan moral pada jalan hidup ‘kebinatangan’, lalu dikampanyekan dengan baju teater. Jika hendak mendapatkan kedamaian di teater maka pelajarilah nilai-nilai “etika-estetika-moralitas”, hal ini mampu menjadi landasan berkarya secara kritis lewat ekspresi kebebasan kreatif. Mengungkapkan kebenaran tanpa rasa takut, serta jangan menyebarkan sikap immoral dengan alasan kebebasan ekspresi. Sesungguhnya syetan sangat dekat dengan orang cerdas juga suka kebodohan, maka jadilah orang yang berfikir positif dengan kekuatan iman. Panggung teater bukan tempat orang yang bergelimang dalam jalur ‘bebas hambatan’.

Menjadi orang teater bukan berarti menjadi selebritis, berlomba mencari sensasi dan popularitas. Bukan pula mengikuti filoshopi topeng, berpura-pura atau jadi politikus memasang seribu wajah. Menjadi orang teater harus mampu dan mau menghancurkan topeng kemunafikan untuk mengungkap kenyataan sebagai media akting. Berawal dari penciptaan naskah hingga menuju transformasi pentas harus tulus dan hati yang bersih.

Terlepas dari hasrat nafsu mengajak kepada keburukan duniawi. Kreativitas bagi manusia teater merupakan daya fikir dan kematangan jiwa, Menafikan nafsu jelek, membebaskan segala nafsu menuju kebenaran, mempresentasikan kerangka logis menggores ‘kaca kehidupan’ yang sudah kotor. Latihan yang dilakukan orang teater merupakan pemantapan empat hal sekaligus, (1) pelatihan tubuh, berguna untuk pemantapan keterampilan fisik, (2) Pelatihan sukma memurnikan penelusuran karakter untuk menuju laku (akting), (3) Pelatihan vokal menyampaikan dialog ke telinga penonton, (4) Pelatihan berfikir berorientasi terhadap pematangan kepribadian. Pelatihan teater sekaligus melakukan penyatuan keterampilan tak terlihat, terasa, terdengar dan terlihat. Melingkupi fisik dan psikologis manusia teater harus mampu memantapkan kepribadian setelah menggeluti teater ketimbang sebelumnya.

Teater, walaupun sebuah pertunjukan ‘pura-pura’ tetapi bukan berpura-pura. Sebenarnya implementasi kejujuran sedang diperjuangkan di atas panggung, kematangan berfikir mutlak harus dimiliki dalam menggeluti disiplin ini. Perjuangan ditempuh bukan dengan senjata melainkan lewat kekuatan ilmu dan akal, Pengagung teater harus memiliki wawasan keilmuan dasar kepribadian tentang kebenaran untuk menyampaikan haq dan menolak yang batil.

Teater sebagai tempat pematangan kepribadian, menjadi media ketenangan batin dan kedamaian ruhaniah. Artinya menggali sisi kenyataan yang tersembunyi dalam diri, memperoleh pemaknaan hidup hakiki. Pembenaran konsep riil berfihak kepada perwujududan kebenaran. Teater memberi ruang untuk mendialektikakan realitas diri dengan realitas diluar diri serta mengkaji dimensi hidup secara bijaksana. Hidup berasal dari sebab-menyebabkan yang lainnya hidup. Kehidupan setelah mati teramat panjang, atas dasar itu teater dapat dijadikan salah satu media menimba kebaikan dan kerilaan Allah SWT.

Berfikir positip, menjauhkan diri dari keinginan terselubung, misalnya ingin terkenal di teater, atau cari kaya di teater, cari perempuan, cari kehidupan bebas. Menjadikan teater ajang menjatuhkan sekelompok orang yang menjadi musuh. Ini merupakan penyakit menghilangkan kenikmatan dalam menggeluti teater. Keinginan terselubung itu bila tidak tercapai, maka yang muncul kekecewaan bukan kebahagiaan yang didamba saat melakoni kesenian.

Memburu popularitas dalam dunia teater adalah kesalahan, andai popularitas tak didapat kekecewaan berujung. Menginginkan uang di teater adalah mimpi, sebab dunia ini tak memberikan jalan untuk dapat kekayaan. Mengharapkan kehidupan bebas dan memperturutkan selera kehewanan dalam diri melalui teater, pekerjaan sesat karena meracuni niai-nilai suci dalam teater. Mendapatkan kedamaian dan kebahagiaan serta menjadikan teater sebagai media mendulang kebaikan demi kemaslahatan ummat dan hanya mengharap imbalan kebaikan dari Tuhan. Teater ‘mendidik’ jiwa ‘rela’ menerima ketentuan Allah dengan semangat juang yang tak pernah padam. Teater adalah ekspresi sekaligus pembelajaran maka tiada hal terbaik bagi orang teater selain belajar seumur hidup. Militansi di atas melahirkan seniman yang kreatif, kritis namun tetap pada koridor moralitas ketuhanan. Cita-cita mulai inilah yang diharapkan Sulaiman Juned tumbuh di Komunitas teater Kuflet.

NaZent

PEMBASISAN KESENIMANAN SEKALIGUS KEIMANAN...By Wiko Antoni,S.Sn

PEMBASISAN KESENIMANAN SEKALIGUS KEIMANAN

A.1. KAMPUNG ITU INDAH, KAMPUNGAN ITU JADDAH

By Wiko Antoni,S.Sn

Bagaimana memaknai kecintaan kepada kampung halaman versi Sulaiman Juned dan “Kuflet”. Kampung halaman adalah tempat pertama dunia dinikmati, tempat terindah di dunia bagi semua orang. Sulaiman Juned begitu mencintai Aceh. Hal ini dapat dilihat karya-karyanya yang selalu kental dengan nuansa Aceh. Namun bukan berarti Sulaiman Juned anti kebudayaan lain. Ia pernah melakukan kolaborasi dengan IDN. Supenida Supenida, S.Skar menjadi pemusik sekaligus pembaca puisi pada tahun 2004 berjudul “Signal Lima” yang merupakan dekonstruksi talempong unggan yang berasal dari Panyalaian Sumatera Barat. Walau dalam berkarya Sulaiman kerap ‘menelorkan’ karya dengan latar belakang Aceh tetapi konsep kesenimanannya bukanlah konsep primordial yang kampungan. Kesenian hasil cipta seniman yang indah, bukan milik satu suku, bangsa atau golongan namun miliki semua orang.

Pemahaman demikian juga ditanamkan kepada seluruh anggota “Kuflet” sehingga dalam “Kuflet” tidak ada istilah terkungkung paradigma budaya sempit, melainkan menatap seluruh tradisi bangsa sebagai aset budaya, yang harus dilestarikan dan dijaga. Kreativitas seni atau istilah lainnya eksotisme kebudayaan perlu diangkat untuk menimbulkan rasa cinta kepada kebudayaan secara total dan menghancurkan pemikiran primordialisme yang sempit.

Pertarungan idealisme Sulaiman Juned dan “Kuflet” di Padangpanjang adalah pertarungan orang-orang eksotik melawan orang-orang primordial. Persoalan minoritas menentang aspek mayoritas membuat orang-orang di “Kuflet” terlihat aneh, padahal tidak ada yang aneh. Primordialisme adalah kebodohan kolektif yang harus dibuang. Sikap terbuka dan saling menghargai nilai budaya, menimbulkan pola hidup dinamis dengan aneka warna. Ego kedaerahan harus di buang. Bukankah sebuah kebudayaan diciptakan dengan dasar filosopi kebaikan, maka tiada budaya yang buruk dari sisi pemiliknya. “Kuflet” lewat Sulaiman Juned sebagai leadernya kerap mengadakan diskusi lintas budaya bertujuan mengkaderkan budayawan-budayawan masa depan yang memiliki integritas tinggi dengan kualitas yang dapat dibanggakan. Budayawan menatap kebudayaan sebagai sesuatu yang dinamis bukan terkurung atau statis.

Sinisme kebudayaan yang tolol harus dihilangkan, keseriusan melakukan penelitian kebudayaan dan mengembangkannya dalam aspek kekinian, sangat perlu dilakukan sehingga budaya yang tak sesuai dengan nilai-nilai ketimuran yang berlandaskan agamis dapat dihambat sisi negatifnya dan diadopsi sisi positifnya. “Kuflet” bergerak seiring perkembangan dunia yang tak pernah berhenti. Pengkaderan demi pengkaderan tetap dilakukan walau para kader datang dan pergi. Mereka yang datang di bina sesuai misi dan visi “Kuflet”, sedangkan yang pergi di lepas kapan saja mereka mau. Seseorang bila merasa sudah cukup menuntut ilmu di “kuflet” untuk apa di paksa menuntut ilmu lain yang belum dituntutnya disini. Toh, setelah merantau dari “kuflet” mereka tetap rindu pulang. “Kuflet” memberi apa yang ia punya tanpa berharap balasan sebiji jarahpun, Tuhan Maha Tahu dan Orang-orang “Kuflet” yakin Tuhan pasti membalas dari apa yang telah diberikan kepada mereka semua.

Kuflet, gabungan manusia dari berbagai latar belakang.Komunitas ini bergabung beragam latar budaya, diantara anggota “kuflet” yang pernah ikut mengeksplorasi ilmu di ‘rumah’ tersebut ada yang berasal dari Aceh, Jambi, Bengkulu, Riau, Aceh, Jawa bahkan Bali. Semuanya menyatu dalam sebuah semangat saling menghargai dengan latar belakang masing-masing. Bersatu dan saling dukung untuk meneruskan perjuangan kesenian. Melaksanakan tugas mulia sebagai seniman mempertanyakan kenyataan, anti kemapanan dan mendekatkan diri kepada nilai-nilai yang tersembunyi dalam jiwa yang paling dalam.

Manusia “Kuflet” adalah jiwa yang mencintai kampung tetapi jauh dari tabiat kampungan. Perbedaan adalah harmoni, tanpa ada perbedaan mustahil akan muncul dinamika hidup. Dinamika hidup inilah yang membuat hidup jadi indah seperti yang diajarkan Islam bahwa manusia diciptakan bersuku-suku untuk saling mengenal. Jadi janganlah jadikan perbedaan sebagai perpecahan namun sebagai rahmat, membuat kita saling mengenal satu sama lain dengan semangat kasih sayang yang ‘diturunkan’ Tuhan.

“Kuflet” tidak membeda-bedakan anggota yang ingin mengeksplorasi ilmu kebudayaan, walau berasal dari beragam etnis, namun tetap difasilitasi sejauh ide mereka tidak melanggar sunnah yang diajarkan nabi Muhammad, SAW. Asal muasal tidak penting yang penting serius berkesenian maka “kuflet” memberi ruang untuk berkreatif dengan segala kemampuan. Konsep Nabi Muhammad SAW, Bertolong-tolonganlah Kamu untuk Kebaikan. Dikembangkan di kufelt .Maka menolong adalah kewajiban, bila tidak dilakukan akan berdosa.

Sulaiman Juned setia memberi arahan kepada seniman-seniman muda “kuflet” yang ingin mengekspresikan semangat kesenimanan dengan bekal ilmu yang dimiliki. Sulaiman menganggap (seniman-seniman muda itu) dari manapun asal kampung halamannya adalah aset masa depan dunia kesenian yang harus di bina dan dikembangan bakatnya. Sulaiman berpendapat, sebagai seniman yang telah malang melintang dalam dunia teater ilmu yang dimilikinya bukanlah milik etnis Aceh belaka. Ilmu itu milik semua seniman muda, maka ia merasa berdosa bila tidak membina seniman muda, walaupun seniman itu bukan sekampung dengannya dan ini sejalan dengan filoshopi yang dianut “Kuflet” dalam memandang dunia ilmu. Kita diperintahkan untuk menyampaikan kebaikan kepada siapa saja Sampaikan Olehmu Walau Satu Ayat. Dengan dasar itulah “kuflet” berjuang mengembangkan ilmu kesenian. Ilmu diturunkan Allah SWT. Untuk semua orang, tiada yang berhak menyimpannya, siapa yang butuh ilmu dan memintanya maka yang memilikinya berkewajiban memberikan, hukumnya sama dengan memberi makan orang lapar atau memberi minum orang sedang kehausan. Begitulah Sulaiman Juned memandang ilmu dalam kerangka transformasi ilmu kepada anggota komunitasnya.

NaZent

KONTAK ‘SENJATA’ DI RUANG KONSEPSI...C. REVOLUSI KREATIVITAS SULAIMAN JUNED

KONTAK ‘SENJATA’ DI RUANG KONSEPSI

C. REVOLUSI KREATIVITAS SULAIMAN JUNED

By: Wiko Antoni, S.Sn

Pertarungan semangat estetika dalam diri Sulaiman Juned tak terlepas dari perkembangan “Kuflet” yang bergerak secara dinamis. Iklim kesenimanan diimbangi dengan perjalanan intelektual. Kecenderungan kreativitas Sulaiman Juned “memperbaharui” konsep lokal menjadi sebuah pola dekonstruktif, akhirnya hadir ideologi teater yang berangkat dari rekonstruksi teks lokal menuju performa kekinian. Lakon “Hikayat Cantoi” jelas sekali Sulaiman Juned melakukan penghancuran teks PMTOH, Sulaiman hanya mengambil esensi PMTOH untuk dijadikan sebuah teks parodi Post Modern yang demikian unik, menggelitik dan menarik serta kaya muatan edukatif dalam menerawang kemunafikan. Penggarapan “Hikayat Cantoi” melibatkan kedewasaan berpikir, Sulaiman Juned yang cenderung menggarap karya dengan style “keras” terlihat lebih bijaksana dalam penggarapan “Hikayat Cantoi”. Ini dimungkinkan kematangan berpikir semakin ‘membaik’ setelah menyelesaikan studi S-2 di ISI Surakarta.

Perkembangan itu juga diikuti rekonstruksi dalam diri “Kuflet”, sepulang dari S-2 “Kuflet” yang nyaris vakum ditata kembali. Wacana keilmuan semakin diarahkan kepada pembentukan pribadi yang memiliki moralitas dan kesadaran berteater sebagai media pembentukan kepribadian anggota yang matang dalam menghadapi hidup.

Bersama teman-teman yang masih tersisa (setelah sebagian besar meningalkan “Kuflet” karena berbagai alasan) Sulaiman kembali melakukan pengkaderan anggota baru dengan paradigma yang berbeda dengan sebelumnya. Apabila dulu pengkaderan anggota lebih menekankan kepada pelatihan tekhnis, maka kini pelatihan psikologis lebih banyak dilakukan, ini bertujuan untuk mengkaderkan anggota-anggota yang kuat secara kejiwaaan agar “Kuflet” memiliki kader-kader bermoralitas perlawanan dan keagamaan sekaligus. Artinya orang kritis yang memiliki Tuhan dalam dirinya sehingga tidak cenderung propokatif atau agresif. Usaha-usaha itu dilakukan dengan menggelar pelatihan-pelatihan kontinyu dengan metode ceramah, praktek dan simulasi serta permainan. Kebetulan di “kuflet” terdapat orang-orang yang kompeten dalam bidang tersebut, beberapa anggota “Kuflet” memiliki wawasan ilmu psikologi teater sehingga mampu merumuskan metode-metode simulasi psikologis yang berguna terhadap pembinaan kejiwaan dalam koridor pemeranan.

Perubahan besar-besaran di “Kuflet” selain meningkatkan kualitas manusia-manusia “kuflet” juga mempersiapkan orang-orang pelanjut tongkat estafet kepemimpinan sehingga “kuflet” dapat hidup dan berjaya pada masa-masa mendatang. Bagaimanapun dalam sebuah komunitas seni, regenerasi sangat penting agar komunitas tersebut dapat terus berlanjut dari generasi satu ke generasi lainnya.

Sulaiman Juned memang sudah sejak lama mempersiapkan “kuflet” sebagai salah satu kekuatan ekplorasi kesenian di Pulau Sumatera, basis yang dipilihnya adalah Padangpanjang. Pergulatan “Kuflet” membina semangat kesenian adalah pertarungan menggapai keridlaan Allah dan menjadikan teater sebagai wadah merefleksikan jiwa sekaligus sebagai ibadah. “Kuflet” tempat berkumpulnya orang-orang yang punya kemauan mengembangkan diri di bidang kesenian sekaligus mengenal Tuhan dalam dirinya. Sulaiman Juned juga mengalami berbagai perbenturan psikologis dalam dirinya ketika berusaha menggapai kematangan jiwa sebagai seorang seniman. Ia pernah berkata bahwa dalam hidup ini yang paling sulit adalah “memaklumi orang lain” maksudnya adalah berlaku dewasa, dan berusaha menjadi baik tetapi ternyata orang lain tidak dapat membalas kebaikan kita dengan kebaikan. Seperti Muzdar yang meninggalkan pertunjukan “Jambo” Luka Tak Teraba, seminggu sebelum pementasan atau teman-teman lain yang berseberangan visi dengan frame komunitas yang diinginkan pendiri “Kuflet”. Sulaiman Juned menyatakan “walaupun mereka tak bisa memahami arti persahabatan, mereka tetaplah sahabat kita, walau mereka telah menyakiti kita dengan menyanyat sembilu di dada berkali-kali, setidaknya banyak hal yang telah kita lalui bersama mereka.”

Teman-teman “Kuflet” yang setia sependapat dengan hal ini sehingga bila mereka bertandang ke “kuflet” mereka tetap dianggap keluarga yang pulang dari rantau. Tidak ada dendam di “Kuflet” yang ada saling memahami perbedaan sebagai Sunatullah bila mereka memang tidak sependapat dengan apa yang dianut “Kuflet” maka mereka boleh menentukan jalan sendiri.

Pembenahan terbesar di “kuflet” adalah pemahaman bahwasannya teater bukan sekedar rutinitas untuk menyempurnakan ego sebagai seorang seniman, melainkan wadah mendekatkan diri dengan apa yang diajarkan Rasulullah Muhammad SAW. Jadi jelas sekali “Kuflet” tempat membenturkan idealisme dengan kenyataan sosial. Selagi perbenturan itu tidak menyalahi hukum Allah, semua anggota komunitas akan mendukungnya. Kewajiban semua orang mengungkap haq dalam selubung kebatilan yang kerap berwajah kebenaran, “Kuflet” walaupun mungkin tak mampu menjadi fasilitator kebenaran tetapi akan berusaha menunaikan kewajiban komunitas teater dalam menyuarakan suara hati yang tak terkontaminasi keinginan untuk mengajak kepada keburukan.

KONTAK ‘SENJATA’ DI RUANG KONSEPSI....B. KARYA ‘ORANG ACEH’ ITU DI “KUFLET”

KONTAK ‘SENJATA’ DI RUANG KONSEPSI

B. KARYA ‘ORANG ACEH’ ITU DI “KUFLET”

By: Wiko Antoni, S.Sn

Karya terbesar Sulaiman dalam “Kuflet” adalah ide pendirian “kuflet” itu sendiri, bersama Maizul (seorang sastrawan Sumatera Barat), Arnaldoriko (seorang putra Jambi, (Alm) Prof Dr. Mursal Esten (Sastrawan Nasional dari Sumatera Barat) dan Rustam Efendi (Perupa asal Bengkulu), IDN. Supenida, S.Kar (Komposer asal Bali, Dosen Karawitan STSI Padangpanjang), Drs. Jufri, M.Sn (Komposer asal Minangkabau, Dosen Karawitan STSI Padangpanjang), Netty Herawati (Sastrawan kini menetap di Makasar). Sulaiman Juned mendeklarasikan pendirian “Kuflet” pada tanggal 12 Mei 1997 (tanggal dan bulan ini bertepatan dengan kelahiran Sulaiman Juned). Kemudian dimulailah proses kreatif, Pertama kali dipentaskan “Ambisi” karya Wolfman Kovitch, oleh Sulaiman menjadi kental dengan nuansa konflik Aceh (1999), “Seteru” karya Sir Kenneth W. Godman, hasilnya tetap mengarah pada kondisi konflik tanah rencong. Karya berikutnya lakon hasil observasinya di tanah kelahirannya, berjudul “Jambo” Luka Tak Teraba, yang benar-benar ‘menelanjangi’ keadaan konflik Aceh pada dekade DOM (2002), kemudian “Jambo” Ayam Jantan, berbicara tentang adu kepintaran dua pemuda Aceh yang berseberangan visi terhadap kondisi Aceh (2004), karya yang lahir tahun 2007 adalah “Hikayat Cantoi” karya/ sutradara Sulaiman Juned “menertawakan” konflik Aceh sebagai kebodohan yang menimbulkan korban dalam jumlah besar.

Karya-karya tersebut memang kental dengan kerisauan yang tersublim ke dalam bentuk pertunjukan teater. Perjuangan tak henti memikirkan kampung halaman. Berfikir dan menatap dari kejauhan merupakan derita tersendiri, namun ‘rumah’ bernama “Kuflet” setia menyalurkan kegelisahan itu jadi karya-karya dan hadir sebagai refleksi kegamangannya (untuk topik ini, baca tulisan Wiko Antoni berjudul “Hikayat Cantoi Sulaiman Juned: Eksternalisasi Agrophobia, dalam Jurnal Komindok STSI Padangpanjang No.3 tahun 2008).

“Percintaan” Sulaiman dengan “Kuflet” merupakan hubungan antara rumah dan penghuninya, saling memahami dan memiliki visi yang sama tentang aturan yang berlaku didalam rumah itu. Dilandasi persaudaraan dan saling melindungi serta bertolong-tolongan untuk kebaikan. Sulaiman Juned lelaki kilometer nol Indonesia itu, tegar menghadapi “peperangan” visi kesenimanan di negeri orang. Luar biasa.

NaZent

KONTAK ‘SENJATA’ DI RUANG KONSEPSI,Wiko Antoni, S.Sn

KONTAK ‘SENJATA’ DI RUANG KONSEPSI

  1. KAMILAH “ORANG ANEH” ITU

By: Wiko Antoni, S.Sn

Proses “Kuflet” sebagian besar tentang konflik Aceh, membuat komunitas ini terlihat ‘beda’ di Padangpanjang. Bila komunitas lain membicarakan isu lokal tentang kebudayaan Minangkabau, atau perkara politik Indonesia yang carut marut. “Kuflet” setia menyuarakan kondisi Aceh dari Padangpanjang. Itu dikarenakan Sulaiman adalah seniman dalam komunitas ini, tak pernah berhenti ‘menelurkan’ karya-karya yang dipresentasikan bersama oleh anggota komunitas dalam bentuk pertunjukan. Drama-drama karya Sulaiman Juned dipentaskan secara berkala, didukung oleh posisi Sulaiman yang membaik sejak tahun 1997, setelah tamat S-1 di STSI Padangpanjang. Ia diangkat sebagai tenaga pengajar, sehingga proses kreatif yang dulu terhambat biaya dan rasa lapar kini mulai dapat diatasi. Karya-karya tersebut mendapat tempat presentasi dalam gedung-gedung pertunjukan di STSI Padangpanjang, Taman Budaya Sumatera Barat dan Gedung TBO Sawahlunto.

Teman-teman di “Kuflet” mempresentasikan karya itu sebagai kesetiaan pada kesenian dan kerelaan melepaskan ego kedaerahan. Mereka lebur dalam konsep berfikir dan frame artistik yang dibangun Sulaiman. Setiap pementasan meskipun bukan berasal dari Aceh, mereka tetap cerdas memainkan lakon sebagai orang Aceh. Perlu dicatat diantara mereka adalah, Ika Trisnawati, saat ini ‘keluar’ rumah menjadi guru di Painan, Sumatera Barat. Leni Efendi, sekarang mengajar di STSI Padangpanjang, Maizul menekuni diri sebagai pengusaha di Dumai. Mereka ini bukan orang-orang Aceh, tetapi dalam konsep berfikir tetap beranggapan kesenian menembus batas kedaerahan sehingga rela ikut lebur dalam berbagai diskusi komunitas mengenai kondisi Aceh. Bahkan menyumbangkan fikiran dan materi untuk kelancaran proses kreatif Sulaiman.

Di tengah maraknya seniman Sumatera Barat atau rekan-rekan dari luar Sumatera Barat mementaskan karya bertemakan Sumatera Barat, atau karya-karya penulis drama asing yang diterjemahkan. Sebagian seniman lain asyik mementaskan karya drama pemenang sayembara Taman Ismail Marzuki (TIM), “Kuflet” konsisten mementaskan karya Sulaiman. Anehnya ini disebut ‘aneh’, padahal tidak ada yang ‘aneh’. Kreatifitas ini proses akomodasi biasa dari sebuah komunitas terhadap kegelisahan estetik angotanya. Barangkali terlihat ‘aneh’ karena disini (Sumatera Barat) kalau seseorang tidak ikut-ikutan “jadi Minangkabau” akan dikatakan ‘aneh’.

Orang-orang “Kuflet” agaknya tidak peduli dengan sebutan ‘aneh’ atau sebagian lagi mengatakan mereka bodoh atau ‘diperalat’ Sulaiman untuk menyuarakan Aceh. Mereka berfikiran komunitas bukan sebagai tempat memunculkan ego kampungan kekanak-kanakan, melainkan tempat berproses kreatif dalam membuka wacana ilmu kesenimanan. Pertunjukan demi pertunjukan dipentaskan, suasana semakin ‘panas’, sebagian dari orang-orang yang kontra terhadap ideologi “Kuflet” mulai ‘berkicau’. Menghembuskan ungkapan bertujuan ‘melemahkan’ perjuangan orang-orang “Kuflet”, “kuflet” dikatakan ‘milik” Sulaiman Juned dan tidak mau memberi peluang kreatifitas bagi anggota lain. Sejauh mereka tidak mengganggu orang-orang ‘aneh’ di “kuflet” penghuni rumah Sulaiman (kuflet) tidak menghiraukan ‘kicauan’ burung dalam sangkar itu. Peristiwa duka terjadi juga akhirnya, hasutan dari OTKP (orang tak kenal prinsip kuflet) merasuki beberapa anggota sehingga pertunjukan seharusnya siap dipentaskan terkendala oleh penghianatan dua aktor penting yang melarikan diri seminggu sebelum pentas. Sebagai ‘orang aneh’ anggota “kuflet” yang lain tidak gamang menghadapi kendala itu. Walaupun aktor penting pergi, pementasan tetap dilanjutkan walau aktor baru hanya punya waktu seminggu untuk latihan. Para OTKP kecewa, misi memberangus proses kreatif “Kuflet” yang dirancang matang gagal total.

NaZent

Cantoi



Senin, 21 Juli 2008

PeuHaba

Ass....Tgk.?! Nyo NaZenT tengoh update Blog Bang Soeeeeel's
Di Hotspot Area Sebelas Maret University

CATATAN “PERANG” SEORANG SENIMAN ACEH

CATATAN “PERANG” SEORANG SENIMAN ACEH

(PERBENTURAN KONSEP DAN IDEOLOGI

SENIMAN ACEH DI PADANGPANJANG)

Oleh:

WIKO ANTONI, S.Sn

(Pengamat teater, kritikus teater, aktor, sutradara dan dramawan dari Kabupaten Merangin. Jambi).

ANTARA ACEH DAN PADANGPANJANG

A. Panglima ‘Perang’ Mursal Esten dari Aceh




Pertarungan konsep dan ideologi seakan tak pernah habis. Bahkan dalam dunia kesenian dapat menjadi pemicu kreativitas yang ‘dahsyat’, membangkitkan andrenalin para seniman mengemukakan ideologi keseniman yang dianut bahkan sampai pada taraf mempersiapkan ‘penerus’ faham tersebut. Mursal Esten yang memiliki konsep pluralisme kesenian dan pemantapan ideologi kesenian eksotik, terpanggil untuk terus berjuang memantapkan pilar-pilar kesenian dengan caranya sendiri. Sampai akhir hayatnya ia berjuang mempertahankan dan memberi ‘ruh’ terhadap perkembangan dunia kesenian. Warisan yang paling penting darinya adalah konsep “Melayu sebagai landasan kependidikan di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) padangpanjang” yang kini diteruskan perjuangan tersebut oleh Mahdi Bahar. Usaha itu kemudian dilakukan dengan berbagai cara termasuk merekrut seniman muda potensial sebagai penerus ide-idenya. Saat berada di Aceh atau dalam event pertemuan teater Indonesia di berbagai daerah, tanpaklah olehnya seniman muda Sulaiman Juned. Saat itulah Sulaiman Juned seolah mulai ‘dikader’ sebagai ‘panglima’ penerus tongkat estafet untuk mengemukakan ketinggian nilai-nilai warisan seni budaya Melayu. Bukan hanya itu, Sulaiman ‘diboyong” ke Padangpanjang awalnya dimintakan untuk menjadi tenaga pengajar di jurusan teater, tetapi Sulaiman Juned malah memilih jadi mahasiswa untuk mempertajam pisau kesenimanannya di STSI Padangpanjang. Selanjutnya barulah Soel (begitu nama kecil Sulaiman Juned) menjadi tenaga pengajar di jurusan termuda, yaitu jurusan teater.

Sulaiman Juned, dilahirkan di gampong (desa) kecil Usi Dayah, Kecamatan Mutiara, Kabupaten Pidie-Aceh, 12 Mei 1965. Pernah terkenal dengan nama pena; Soel’s J. Said Oesy. Mulai menulis sejak tahun 80-an, ketika masih duduk di bangku SLTP, Soel kecil berkenalan dengan guru bidang Studi Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP Negeri 3 Takengon. Ibu guru tersebut bernama Siti Aisyah, Soel kecil di dalam buku catatan Bahasa dan Sastra Indonesianya hanya berisi puisi karyanya. Suatu ketika, sang guru meminta seluruh siswa mengumpulkan catatan Bahasa dan Sastra Indonesia, Soel mulai berkeringat dingin sebab buku catatannya hanya berisi puisi. Minggu depan, Siti Aisyah masuk dengan memanggil Soel ke kantor, lalu menyerahkan buku catatan tersebut, ‘puisi-puisimu sudah ibu koreksi, silakan diketik dan kirim ke koran-koran. Alamat koran sudah ibu tuliskan dibukumu’ tutur bu Guru, lalu puisi-puisi mulai dikirim berkat alamat yang telah diberikan guru Siti Aisyah, setahun menunggu, puisi-puisi mulai dimuat dan honor pertama sebesar RP. 1500,- wah luar biasa bahagianya. Ketika saya mulai berkenalan dengan penyair-penyair besar Aceh dan nasional, seperti; Maskirbi, Hasyim KS, Hasbi Burman, Nurgani Asyik, LK. Ara, Taufik Ismail, W.S. Rendra, Sapardi Joko Damono, Abdul Hadi WM, Ahmadun Yosi Herfanda dll. Barulah tahu ternyata guru saya Siti Aisyah adalah seorang penyair wanita Aceh. Inilah cerita awal mulai menulis.

Selanjutnya mungkin darah seni mengalir dari abua (abang dari ibu) bernama Abdullah yang lebih dikenal dengan panggilan Syeh Lah Jarum Meueh seorang pimpinan seudati yang paling terkenal di Aceh. Lalu ketika diboyong oleh orangtua merantau ke Takengon-Aceh Tengah, mulai suka menonton Didong (teater tutur dari Aceh Tengah), dan Sandiwara Keliling Gelanggang Labu. Soel bahkan pernah terlibat berlatih didong dengan seniman besar didong dari tanah Gayo To’et. Juga pernah bermain Sandiwara Keliling gelanggang labu dengan Cut Maruhoi, Idawati. Pengalaman empirik ini menumbuhkan jiwa seni di jiwanya. Di Sanggar Cempala Karya Banda Aceh yang didirikannya pada tahun 1989, seluruh adik-adiknya (anggota) Sanggar memanggilnya dengan sebutan ‘Pawang’.

Ia menyelesaikan pendidikan formal; SD Negeri Biespenantanan Takengon-Aceh Tengah (1979), SMP Negeri 3 Takengon-Aceh Tengah (1982), SMA Negeri Beureunuen-Pide Aceh (1985), FKIP/Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh (1990), Jurusan Teater Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Padangpanjang (2002) diselesaikannya dengan prediket Cumlaude, lalu Program Magister Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta-Jawa Tengah (2007) juga lulus dengan prediket Cumlaude. Ketika masih berada di Aceh ia mengajar teater di SMA Adi Darma Banda Aceh, SMA YPTP Banda Aceh, SMA Negeri 5 Banda Aceh. Kini ia menjadi dosen tetap di Jurusan Teater STSI Padangpanjang-Sumatera Barat. Dosen Ahli di FKIP/Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (1999-Sekarang), Guru teater di SMA Negeri 1 Sawahlunto Sumatera Barat (2000-Sekarang), Guru teater di SMA Negeri 1 Padangpanjang (20007-Sekarang), Guru bidang studi Pendidikan Kesenian serta Bahasa dan Sastra Indonesia (1998-2005).

Memperistri Iswanti Soepardi yang dinikahinya pada tanggal 7 Agustus 1995, di Keutapang Dua-Banda Aceh, menimang seorang anak laki-laki yang lahir di Beureunuen Pidie-NAD pada tanggal 17 Maret 2002. Kini menetap bersama di RT.XI Kelurahan Guguk Malintang, Kecamatan Padangpanjang Timur, Padangpanjang, Sumatera Barat. Rumahnya sekaligus tempat “anak-anak Kuflet” berkumpul, berproses kreatif-berpikir-diskusi dan membaca serta ‘berkelahi’ pikiran.

Pengalaman berorganisasinya; Ketua OSIS SMP Negeri 3 Takengon (1980-1981), Ketua OSIS SMA Negeri Beureunuen Pidie-Aceh (1983-1984), Ketua UKM-Kesenian Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh (1987-1988), Pendiri/Ketua UKM. Teater Nol UNSYIAH (1989-1992), Ketua Senat Mahasiswa UNSYIAH (1991-1993), Pendiri/Pimpinan Sanggar Seni Cempala Karya Banda Aceh (1989), Bersama T. Yanuarsyah, Nurmaida Atmadja dan Din Saja mendirikan Teater Kosong Banda Aceh (1993), bersama Din Saja mendirikan Teater Alam Banda Aceh (1995), bersama M. Nurgani Asyik mendirikan Teater Peduli Banda Aceh (1995), Ketua I IKASMA (Ikatan Alumni SMA Negeri Beureunuen), Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Aceh (1998-2000), Ketua Bidang Humas Lembaga Seni Aceh (1995-2000), Sekretaris Umum Lembaga Seni Aceh (1990-1997), Ketua I Himpunan Filateli Aceh (1990-1993), Ketua Bidang Pengkaderan Federasi Teater Aceh (1991-1995), Ketua UKM-Pers STSI Padangpanjang (1997-1999), Pemimpin Redaksi Buletin Curana FKIP/Bahasa dan Sastra UNSYIAH (1986-1989), Redbud/Sekretaris Redaksi Warta Unsyiah (1987-1995), Redbud SKM. Peristiwa (1989-1995), Redbud Majalah Kiprah (1990-1997), Pemred Majalah Laga-Laga STSI Padangpanjang (1997-1999), Redaktur/editor jurnal Palanta STSI Padangpanjang (1999-2000), Redaktur/Editor Jurnal Ekspresi Seni STSI Padangpanjang (2000-2005). Megikuti Pertemuan Sastrawan Nusantara di Langsa-Aceh (1995), Pertemuan Sastrawan Nasional dan Nusantara IX di Kayutanam-Sumatera Barat (1997), Temu Teater Indonesia di Pekan Baru (1997), Temu Jurnalistik Nasional di Universitas Indonesia (1992), Temu Sastrawan Kampus se-Indonenesia di Univ. Diponegoro (1989), Temu sastrawan Kampus di Universitas Cendrawasih Irian Jaya (1990), Temu Sastrawan Kampus di Universitas Indonesia Jakarta (1991). Temu Sastawan Sumatera di Bengkulu (1992), Temu Sastrawan Sumatera di Jambi (1993) Temu Sastrawan Sumatera di Lampung (1994), Temu Sastrawan Sumatera di Aceh (2004).

Menulis puisi, cerpen, esai, artikel budaya, reportase budaya, kolom dimuat di media; Santunan, Serambi Indonesia, Atjeh Post, Peristiwa, Warta Unsyiah, Ar-Raniry Post, Kalam, Aceh Ekpres, Ceurana, Rakyat Aceh, Aceh Kita (ACEH), Waspada, Analisa, Dunia Wanita (MEDAN), Singgalang, Haluan, Mimbar Minang, Padang Ekspres, Laga-laga, Majalah Saga, Jurnal Palanta, Jurnal Ekspresi Seni (SUMATERA BARAT), Riau Post (RIAU), Indefendent (JAMBI), Lampung Post (LAMPUNG), Solo Post, dan Jawa Post, Jurnal Dewa Ruci (JAWA TENGAH), Kedaulatan Rakyat (YOGYAKARTA), Majalah Sastra Horison, Media Indonesia, Republika, Kompas, Koran Tempo, Seputar Indonesia, Majalah Bahasa dan Sastra (Malaysia dan Brunei Darussalam). Karyanya juga terkumpul dalam Antologi: Podium (Aceh, 1990), Bunga Rampai Puisi Pariwisata (Pustaka Komindo, Jakarta, 1991), HU (Teater Kuala, Aceh 1994), TTBBIJ (Medan, 1995), Ole-Ole (Cempala Karya, Aceh 1995), Teriak Merdeka (Fak. Hukum, 1995), Surat (kuflet, Padangpanjang 1998), Dalam Beku Waktu (NGO-HAM Aceh, 2002), Antologi Esai ‘Takdir-Takdir Fansuri (DKB, 2002), Tiga Drama Jambo (Kuflet Padangpanjang, 2005), Mahaduka Aceh (Pusat Dok. HB. Jassin, Jakarta 2005), Syair Tsunami (Pustaka Jaya, Jakarta 2005), Ziarah Ombak (LAPENA, 2005), Remuk (ASA-Japan, 2005), Aceh 8,9 Skala Ritcher lalu Tsunami (Jakarta, 2005), Surat: Merah Putih (Kuflet, Padangpanjang 2007), Riwayat (Diknas, Jakarta, 2007) dapat Juara III Tingkat Nasional di Jakarta. 181-4 Lalu Debu (Kuflet, Padangpanjang 2008).

Pernah terlibat sebagai pemusik dalam Desain Struktur Karya/Komposer Drs. Wisnu Mintargo pentas di Gedung Teater Kecil STSI Surakarta, 1998, Signal Lima Karya/Komposer IDN.Supenida, S.Skar di Gedung Boestanoel Arifin Adam STSI Padangpanjang (2001). Sebagai Skenografi; Marsinah/Ratna Sarumpaet, disutradarai Leni Efendi (Kuflet, 1999), Machbet/William Shakeaspeare disutradarai Ika Trisnawati (Kuflet, 2001), Hamlet/William Shakeaspeare disutradarai Ika Trisnawati (Kuflet, 2002), Mesin Hamlet disutradarai Arnaldoriko (Kuflet, 2002), Orkestra Simarantang Karya/Komposer: Drs. Yoesbar Jailani (FKI III, Surabaya 2003). Ia sudah memerankan tokoh 250 karakter, berawal dari aktor tanpa dialog-aktor pembantu berdialog-aktor utama, pentas keliling Aceh, Medan, Padang, Riau, Jambi, Palembang, Lampung, Bengkulu, Solo, Yogyakarta, Surakarta, Bandung, Bali dan Gorontalo serta TIM (Taman Ismail Marzuki) Jakarta. 150 kali tampil dalam layar kaca/sebagai aktor dan sutradara serta penulis secenario baik di TVRI Stasiun Aceh, Padang dan Nasional.

Soel semenjak dari Aceh sanpai ke Padangpanjang mulai menyutradarai naskah lakon; Desah Nafas Mahasiswa/Sulaiman Juned (CeKa-Taman Budaya Aceh, 1989), Pulang/Sulaiman Juned (CeKa-Taman Budaya Aceh, 1989), Warisan/Sulaiman Juned (CeKa-Taman Budaya Aceh, 1990), ABU/B.Sularto (CeKa-Taman Budaya Aceh, 1990), Orang-Orang Marjinal/Sulaiman Juned (CeKa-Auditorium RRI Banda Aceh,1991), Pernikahan/Sulaiman Juned (CeKa-Auditorium MUI Aceh, 1991), Boss/YS.Rat (CeKa-Taman Budaya Aceh, 1992), Eksprimentasi Belenggu/Nurgani Asyik (CeKa, Taman Budaya, 1993), Nyanyian Angsa/Anton P.Chekov (CeKa, 1994), Si Pihir dan Berudihe/NN (CeKa-Taman Budaya Aceh, 1995), Hari Sudah Senja/Jarwansyah (CeKa-Taman Budaya Aceh, 1996), Kemelut/Sulaiman Juned (CeKa, Riau, 1997), Kemerdekaan/Wisran Hadi (Kuflet, Hoerijah Adam ASKI PadangPanjang, 1997/ INS Kayutanam, Pertemuan Sastrawan Nusantara, 1997) Ikrar Para Penganggur/Sulaiman Juned (Kuflet, 1998), Ambisi/Wolfman Kowict (Kuflet, Boestanoel Arifin Adam STSI Padangpanjang, 1999), Raimah/Arzul Jamaan (Kuflet, Boestanoel Arifin Adam STSI Padangpanjang, 1999), Selingkuh/Benny Yohanes (Kuflet, Boestanoel Arifin Adam STSI Padangpanjang dan Taman Budaya Sumatera Barat, 2000), Seteru/Sir Kenneth W.Goodman (Kuflet, Taman Budaya Sumatera Barat, 2000), Piramus dan Tisbi/William Shakeaspeare (Kuflet, Hoerijah Adam STSI Padangpanjang, 2001), Jambo “Luka Tak Teraba”/Sulaiman Juned (Kuflet, Gedung Teater Mursal Esten STSI Padangpanjang, 2001 dan Taman Budaya Sumatera Barat, 2002), Orang-Orang Rantai/Sulaiman Juned (Kuflet, Gedung TBO, Sawahlunto Sumatera Barat, 2002), Polan/Sulaiman Juned (Kuflet, Gedung TBO Sawahlunto, 2003), Jambo Ayam Jantan/Sulaiman Juned (Kuflet, Hoerijah Adam STSI Padangpanjang, 2004), Marsinah/Ratna Sarumpaet (Kuflet, Taman Budaya Sumatera Barat, 2004), Asalku Dari Hulu/Sulaiman Juned (Kuflet, Lapangan Sawahlunto, 2004), Berkabung/Sulaiman Juned (Kuflet, Gedung TBO Sawahlunto, 2004 dan Taman Budaya Sumatera Barat, 2005), Sebut Saja namaku Polan/Sulaiman Juned (Kuflet, Gedung TBO Sawahlunto, 2005), Teaterikal Puisi ‘Riwayat’/Sulaiman Juned (Kuflet, Taman Budaya Surakarta Jawa Tengah, 2006), Hikayat Pak Leman/Sulaiman Juned (Kuflet, Gedung TBO Sawahlunto, 2006, dan Gedung Teater Mursal Esten Padangpanjang, 2007), Hikayat Cantoi/Sulaiman Juned (Kuflet, Gedung Teater Mursal Esten STSI Padangpanjang, 2007 dan Taman Budaya Sumatera Barat, 2008).

Lelaki ini sering juga menjadi nara sumber untuk bidang sastra, teater dan jurnalistik baik di Aceh, Padang, Riau, Jambi dan Bengkulu.