MERAYAKAN ULANG TAHUN KOMUNITAS SENI KUFLET PADANG PANJANG YANG KE 12, PANITIA AKAN MENGADAKAN PENDIDIKAN DAN LATIHAN (DIKLAT) KARYA TULIS ILMIAH KEPADA PARA GURU SE- SUMATERA, SERTA LOMBA BACA PUISI TINGKAT MAHASISWA DAN SISWA. INI KAMI PUBLIKASIKAN PUISI-PUISI YANG DIBACAKAN DALAM LOMBA. KEGIATAN INI BERLANGSUNG; 10 – 12 Mei 2009, BERTEMPAT DI GEDUNG TEATER MURSAL ESTEN, STSI PADANGPANJANG-SUMATERA BARAT. (PANITIA).
PUISI WAJIB:
Karya: Taufik Iswmail
KITA ADALAH PEMILIK SAH REPUBLIK INI
Tidak ada pilihan lain. Kita harus
Berjalan terus
Karena berhenti atau mundur
Berarti hancur
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun yang lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
”Duli Tuanku”
Tidak ada lagi pilihan lain. Kita harus
Berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak ada lagi pilihan lain. Kita harus
Berjalan terus
1966
(Dikutip dari Himpunan Puisi Taufik Ismail, Mengakar Ke Bumi Menggapai Ke Langit).
PUISI WAJIB
KARYA: Sulaiman Juned
PULANG
-kepada penyair Mustafa Ismail
sudah waktunya kita pulang. Mengetuk pintu
menata pekarangan rumah dengan cinta, biar
gerimis masih mengurung perjalanan.
sudah waktunya kita pulang. Mengusir pipit
sedang makan padi muda agar tak menghitung
nama-nama di koran pagi dalam warung kopi. Lalu
menggantikan pertunjukan seudati selepas panen.
sudah waktunya kita pulang. Rakyat di kampung-kampung
menjawab keraguan sendirian. Kita ganti saja warna
hitam atau merah jadi putih antar ke pintu surga
(mari jemput waktu lewat senyum di kening bulan)
-Padangpanjang, 2001-
(Dikutip dari antologi puisi Riwayat, Sulaiman Juned)
PUISI PILIHAN
KARYA: M. Nurgani Asyik
KAU, NUN DI SUDUT SANA
saksikan burung-burung begitu riang dari satu pohon ke pohon lain
(ada sungging senyum di barat sana)
engkau di timur aku dengan anak-anak bumi
mengimpikan setaman mekar di balik kenestapaan para pengungsi
mari burai tentang kamboja putih
dan taman gersang yang masih sudi memangku.
saksikan mentari
mengusik tidur gelandangan pagi itu
mengantar mereka dalam tualang kehidupan
mencoba merajut kehidupan dari awal
setelah segala yang tertinggal jadi hilang tak berbekas
(aku masih berdoa agar sisa embun
yang basah nemani dahaga sehari-hari)
saksikan bunga-bunga rekahkan ceria
sedangkan kami senantiasa merindukan
tangan-tangan lembut yang segaja turun dari surga
ketika senyum ada di situ menjamah hari-hari
kau
Banda Aceh, 1998
PUISI PILIHAN
KARYA: Iyut Fitra
SELAMAT PAGI RARA
rara menangkap pagi
sisa embun lepas dari tangkai. kupu-kupu melesat mengejar awan
aku ingin terbang. lebih indahkah dunia dengan sayap terkepak
atau masih seperti debu jalan
bocah itu mengulurkan tangan di jendela. seolah ingin meraba
matahari,
dan bernyanyi, kupu-kupu yang lucu...
tapi kehidupan telah terpanggang, hutan hangus lebam
berlaksa prahara mengusir segala ke perih pengungsian,
tak ada kupu-kupu
adakah ia tahu
rara menagkap pagi
tapi pagi telah mati
Payakumbuh, Februari 2005
(Dikutip darim Antologi Puisi Dongeng-Dongeng Tua, Iyut Fitra)
PUISI PILIHAN
KARYA: D. Kemalawati
KOTA MATI
hari ini berjalan-jalan di jalan sepi
plong
dadaku, rasaku, sajakku
plong
terbang ke awan bebas
plong
bernyanyi bersama angin
plong
nyanyian ini nyanyian kami
yang lama sembunyi-sembunyi
nyanyian ini nyanyian bidadari
yang sembunyi-sembunyi menari
tarian ini tarian seudati
para lelaki menepuk dada memetik jari
lelaki di sini lelaki sejati
biarlah mati di negeri sendiri
4 Agustus 1999
(Dikutip dari Antologi Puisi Surat dari negeri tak bertuan, D. Kemalawati).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar