Sekretariat: Jln. Bundo kanduang No.35 Padangpanjang HP.081393286671 Email:sjdoesy@gmail.com
Senin, 21 Juli 2008
CATATAN “PERANG” SEORANG SENIMAN ACEH
CATATAN “PERANG” SEORANG SENIMAN ACEH
(PERBENTURAN KONSEP DAN IDEOLOGI
SENIMAN ACEH DI PADANGPANJANG)
Oleh:
WIKO ANTONI, S.Sn
(Pengamat teater, kritikus teater, aktor, sutradara dan dramawan dari Kabupaten Merangin. Jambi).
ANTARA ACEH DAN PADANGPANJANG
A. Panglima ‘Perang’ Mursal Esten dari Aceh
|
Pertarungan konsep dan ideologi seakan tak pernah habis. Bahkan dalam dunia kesenian dapat menjadi pemicu kreativitas yang ‘dahsyat’, membangkitkan andrenalin para seniman mengemukakan ideologi keseniman yang dianut bahkan sampai pada taraf mempersiapkan ‘penerus’ faham tersebut. Mursal Esten yang memiliki konsep pluralisme kesenian dan pemantapan ideologi kesenian eksotik, terpanggil untuk terus berjuang memantapkan pilar-pilar kesenian dengan caranya sendiri. Sampai akhir hayatnya ia berjuang mempertahankan dan memberi ‘ruh’ terhadap perkembangan dunia kesenian. Warisan yang paling penting darinya adalah konsep “Melayu sebagai landasan kependidikan di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) padangpanjang” yang kini diteruskan perjuangan tersebut oleh Mahdi Bahar. Usaha itu kemudian dilakukan dengan berbagai cara termasuk merekrut seniman muda potensial sebagai penerus ide-idenya. Saat berada di Aceh atau dalam event pertemuan teater Indonesia di berbagai daerah, tanpaklah olehnya seniman muda Sulaiman Juned. Saat itulah Sulaiman Juned seolah mulai ‘dikader’ sebagai ‘panglima’ penerus tongkat estafet untuk mengemukakan ketinggian nilai-nilai warisan seni budaya Melayu. Bukan hanya itu, Sulaiman ‘diboyong” ke Padangpanjang awalnya dimintakan untuk menjadi tenaga pengajar di jurusan teater, tetapi Sulaiman Juned malah memilih jadi mahasiswa untuk mempertajam pisau kesenimanannya di STSI Padangpanjang. Selanjutnya barulah Soel (begitu nama kecil Sulaiman Juned) menjadi tenaga pengajar di jurusan termuda, yaitu jurusan teater.
Sulaiman Juned, dilahirkan di gampong (desa) kecil Usi Dayah, Kecamatan Mutiara, Kabupaten Pidie-Aceh, 12 Mei 1965. Pernah terkenal dengan nama pena; Soel’s J. Said Oesy. Mulai menulis sejak tahun 80-an, ketika masih duduk di bangku SLTP, Soel kecil berkenalan dengan guru bidang Studi Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP Negeri 3 Takengon. Ibu guru tersebut bernama Siti Aisyah, Soel kecil di dalam buku catatan Bahasa dan Sastra Indonesianya hanya berisi puisi karyanya. Suatu ketika, sang guru meminta seluruh siswa mengumpulkan catatan Bahasa dan Sastra Indonesia, Soel mulai berkeringat dingin sebab buku catatannya hanya berisi puisi. Minggu depan, Siti Aisyah masuk dengan memanggil Soel ke kantor, lalu menyerahkan buku catatan tersebut, ‘puisi-puisimu sudah ibu koreksi, silakan diketik dan kirim ke koran-koran. Alamat koran sudah ibu tuliskan dibukumu’ tutur bu Guru, lalu puisi-puisi mulai dikirim berkat alamat yang telah diberikan guru Siti Aisyah, setahun menunggu, puisi-puisi mulai dimuat dan honor pertama sebesar RP. 1500,- wah luar biasa bahagianya. Ketika saya mulai berkenalan dengan penyair-penyair besar Aceh dan nasional, seperti; Maskirbi, Hasyim KS, Hasbi Burman, Nurgani Asyik, LK. Ara, Taufik Ismail, W.S. Rendra, Sapardi Joko Damono, Abdul Hadi WM, Ahmadun Yosi Herfanda dll. Barulah tahu ternyata guru saya Siti Aisyah adalah seorang penyair wanita Aceh. Inilah cerita awal mulai menulis.
Selanjutnya mungkin darah seni mengalir dari abua (abang dari ibu) bernama Abdullah yang lebih dikenal dengan panggilan Syeh Lah Jarum Meueh seorang pimpinan seudati yang paling terkenal di Aceh. Lalu ketika diboyong oleh orangtua merantau ke Takengon-Aceh Tengah, mulai suka menonton Didong (teater tutur dari Aceh Tengah), dan Sandiwara Keliling Gelanggang Labu. Soel bahkan pernah terlibat berlatih didong dengan seniman besar didong dari tanah Gayo To’et. Juga pernah bermain Sandiwara Keliling gelanggang labu dengan Cut Maruhoi, Idawati. Pengalaman empirik ini menumbuhkan jiwa seni di jiwanya. Di Sanggar Cempala Karya Banda Aceh yang didirikannya pada tahun 1989, seluruh adik-adiknya (anggota) Sanggar memanggilnya dengan sebutan ‘Pawang’.
Ia menyelesaikan pendidikan formal; SD Negeri Biespenantanan Takengon-Aceh Tengah (1979), SMP Negeri 3 Takengon-Aceh Tengah (1982), SMA Negeri Beureunuen-Pide Aceh (1985), FKIP/Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh (1990), Jurusan Teater Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Padangpanjang (2002) diselesaikannya dengan prediket Cumlaude, lalu Program Magister Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta-Jawa Tengah (2007) juga lulus dengan prediket Cumlaude. Ketika masih berada di Aceh ia mengajar teater di SMA Adi Darma Banda Aceh, SMA YPTP Banda Aceh, SMA Negeri 5 Banda Aceh. Kini ia menjadi dosen tetap di Jurusan Teater STSI Padangpanjang-Sumatera Barat. Dosen Ahli di FKIP/Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (1999-Sekarang), Guru teater di SMA Negeri 1 Sawahlunto Sumatera Barat (2000-Sekarang), Guru teater di SMA Negeri 1 Padangpanjang (20007-Sekarang), Guru bidang studi Pendidikan Kesenian serta Bahasa dan Sastra Indonesia (1998-2005).
Memperistri Iswanti Soepardi yang dinikahinya pada tanggal 7 Agustus 1995, di Keutapang Dua-Banda Aceh, menimang seorang anak laki-laki yang lahir di Beureunuen Pidie-NAD pada tanggal 17 Maret 2002. Kini menetap bersama di RT.XI Kelurahan Guguk Malintang, Kecamatan Padangpanjang Timur, Padangpanjang, Sumatera Barat. Rumahnya sekaligus tempat “anak-anak Kuflet” berkumpul, berproses kreatif-berpikir-diskusi dan membaca serta ‘berkelahi’ pikiran.
Pengalaman berorganisasinya; Ketua OSIS SMP Negeri 3 Takengon (1980-1981), Ketua OSIS SMA Negeri Beureunuen Pidie-Aceh (1983-1984), Ketua UKM-Kesenian Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh (1987-1988), Pendiri/Ketua UKM. Teater Nol UNSYIAH (1989-1992), Ketua Senat Mahasiswa UNSYIAH (1991-1993), Pendiri/Pimpinan Sanggar Seni Cempala Karya Banda Aceh (1989), Bersama T. Yanuarsyah, Nurmaida Atmadja dan Din Saja mendirikan Teater Kosong Banda Aceh (1993), bersama Din Saja mendirikan Teater Alam Banda Aceh (1995), bersama M. Nurgani Asyik mendirikan Teater Peduli Banda Aceh (1995), Ketua I IKASMA (Ikatan Alumni SMA Negeri Beureunuen), Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Aceh (1998-2000), Ketua Bidang Humas Lembaga Seni Aceh (1995-2000), Sekretaris Umum Lembaga Seni Aceh (1990-1997), Ketua I Himpunan Filateli Aceh (1990-1993), Ketua Bidang Pengkaderan Federasi Teater Aceh (1991-1995), Ketua UKM-Pers STSI Padangpanjang (1997-1999), Pemimpin Redaksi Buletin Curana FKIP/Bahasa dan Sastra UNSYIAH (1986-1989), Redbud/Sekretaris Redaksi Warta Unsyiah (1987-1995), Redbud SKM. Peristiwa (1989-1995), Redbud Majalah Kiprah (1990-1997), Pemred Majalah Laga-Laga STSI Padangpanjang (1997-1999), Redaktur/editor jurnal Palanta STSI Padangpanjang (1999-2000), Redaktur/Editor Jurnal Ekspresi Seni STSI Padangpanjang (2000-2005). Megikuti Pertemuan Sastrawan Nusantara di Langsa-Aceh (1995), Pertemuan Sastrawan Nasional dan Nusantara IX di Kayutanam-Sumatera Barat (1997), Temu Teater Indonesia di Pekan Baru (1997), Temu Jurnalistik Nasional di Universitas Indonesia (1992), Temu Sastrawan Kampus se-Indonenesia di Univ. Diponegoro (1989), Temu sastrawan Kampus di Universitas Cendrawasih Irian Jaya (1990), Temu Sastrawan Kampus di Universitas Indonesia Jakarta (1991). Temu Sastawan Sumatera di Bengkulu (1992), Temu Sastrawan Sumatera di Jambi (1993) Temu Sastrawan Sumatera di Lampung (1994), Temu Sastrawan Sumatera di Aceh (2004).
Menulis puisi, cerpen, esai, artikel budaya, reportase budaya, kolom dimuat di media; Santunan, Serambi Indonesia, Atjeh Post, Peristiwa, Warta Unsyiah, Ar-Raniry Post, Kalam, Aceh Ekpres, Ceurana, Rakyat Aceh, Aceh Kita (ACEH), Waspada, Analisa, Dunia Wanita (MEDAN), Singgalang, Haluan, Mimbar Minang, Padang Ekspres, Laga-laga, Majalah Saga, Jurnal Palanta, Jurnal Ekspresi Seni (SUMATERA BARAT), Riau Post (RIAU), Indefendent (JAMBI), Lampung Post (LAMPUNG), Solo Post, dan Jawa Post, Jurnal Dewa Ruci (JAWA TENGAH), Kedaulatan Rakyat (YOGYAKARTA), Majalah Sastra Horison, Media Indonesia, Republika, Kompas, Koran Tempo, Seputar Indonesia, Majalah Bahasa dan Sastra (Malaysia dan Brunei Darussalam). Karyanya juga terkumpul dalam Antologi: Podium (Aceh, 1990), Bunga Rampai Puisi Pariwisata (Pustaka Komindo, Jakarta, 1991), HU (Teater Kuala, Aceh 1994), TTBBIJ (Medan, 1995), Ole-Ole (Cempala Karya, Aceh 1995), Teriak Merdeka (Fak. Hukum, 1995), Surat (kuflet, Padangpanjang 1998), Dalam Beku Waktu (NGO-HAM Aceh, 2002), Antologi Esai ‘Takdir-Takdir Fansuri (DKB, 2002), Tiga Drama Jambo (Kuflet Padangpanjang, 2005), Mahaduka Aceh (Pusat Dok. HB. Jassin, Jakarta 2005), Syair Tsunami (Pustaka Jaya, Jakarta 2005), Ziarah Ombak (LAPENA, 2005), Remuk (ASA-Japan, 2005), Aceh 8,9 Skala Ritcher lalu Tsunami (Jakarta, 2005), Surat: Merah Putih (Kuflet, Padangpanjang 2007), Riwayat (Diknas, Jakarta, 2007) dapat Juara III Tingkat Nasional di Jakarta. 181-4 Lalu Debu (Kuflet, Padangpanjang 2008).
Pernah terlibat sebagai pemusik dalam Desain Struktur Karya/Komposer Drs. Wisnu Mintargo pentas di Gedung Teater Kecil STSI Surakarta, 1998, Signal Lima Karya/Komposer IDN.Supenida, S.Skar di Gedung Boestanoel Arifin Adam STSI Padangpanjang (2001). Sebagai Skenografi; Marsinah/Ratna Sarumpaet, disutradarai Leni Efendi (Kuflet, 1999), Machbet/William Shakeaspeare disutradarai Ika Trisnawati (Kuflet, 2001), Hamlet/William Shakeaspeare disutradarai Ika Trisnawati (Kuflet, 2002), Mesin Hamlet disutradarai Arnaldoriko (Kuflet, 2002), Orkestra Simarantang Karya/Komposer: Drs. Yoesbar Jailani (FKI III, Surabaya 2003). Ia sudah memerankan tokoh 250 karakter, berawal dari aktor tanpa dialog-aktor pembantu berdialog-aktor utama, pentas keliling Aceh, Medan, Padang, Riau, Jambi, Palembang, Lampung, Bengkulu, Solo, Yogyakarta, Surakarta, Bandung, Bali dan Gorontalo serta TIM (Taman Ismail Marzuki) Jakarta. 150 kali tampil dalam layar kaca/sebagai aktor dan sutradara serta penulis secenario baik di TVRI Stasiun Aceh, Padang dan Nasional.
Soel semenjak dari Aceh sanpai ke Padangpanjang mulai menyutradarai naskah lakon; Desah Nafas Mahasiswa/Sulaiman Juned (CeKa-Taman Budaya Aceh, 1989), Pulang/Sulaiman Juned (CeKa-Taman Budaya Aceh, 1989), Warisan/Sulaiman Juned (CeKa-Taman Budaya Aceh, 1990), ABU/B.Sularto (CeKa-Taman Budaya Aceh, 1990), Orang-Orang Marjinal/Sulaiman Juned (CeKa-Auditorium RRI Banda Aceh,1991), Pernikahan/Sulaiman Juned (CeKa-Auditorium MUI Aceh, 1991), Boss/YS.Rat (CeKa-Taman Budaya Aceh, 1992), Eksprimentasi Belenggu/Nurgani Asyik (CeKa, Taman Budaya, 1993), Nyanyian Angsa/Anton P.Chekov (CeKa, 1994), Si Pihir dan Berudihe/NN (CeKa-Taman Budaya Aceh, 1995), Hari Sudah Senja/Jarwansyah (CeKa-Taman Budaya Aceh, 1996), Kemelut/Sulaiman Juned (CeKa, Riau, 1997), Kemerdekaan/Wisran Hadi (Kuflet, Hoerijah Adam ASKI PadangPanjang, 1997/ INS Kayutanam, Pertemuan Sastrawan Nusantara, 1997) Ikrar Para Penganggur/Sulaiman Juned (Kuflet, 1998), Ambisi/Wolfman Kowict (Kuflet, Boestanoel Arifin Adam STSI Padangpanjang, 1999), Raimah/Arzul Jamaan (Kuflet, Boestanoel Arifin Adam STSI Padangpanjang, 1999), Selingkuh/Benny Yohanes (Kuflet, Boestanoel Arifin Adam STSI Padangpanjang dan Taman Budaya Sumatera Barat, 2000), Seteru/Sir Kenneth W.Goodman (Kuflet, Taman Budaya Sumatera Barat, 2000), Piramus dan Tisbi/William Shakeaspeare (Kuflet, Hoerijah Adam STSI Padangpanjang, 2001), Jambo “Luka Tak Teraba”/Sulaiman Juned (Kuflet, Gedung Teater Mursal Esten STSI Padangpanjang, 2001 dan Taman Budaya Sumatera Barat, 2002), Orang-Orang Rantai/Sulaiman Juned (Kuflet, Gedung TBO, Sawahlunto Sumatera Barat, 2002), Polan/Sulaiman Juned (Kuflet, Gedung TBO Sawahlunto, 2003), Jambo Ayam Jantan/Sulaiman Juned (Kuflet, Hoerijah Adam STSI Padangpanjang, 2004), Marsinah/Ratna Sarumpaet (Kuflet, Taman Budaya Sumatera Barat, 2004), Asalku Dari Hulu/Sulaiman Juned (Kuflet, Lapangan Sawahlunto, 2004), Berkabung/Sulaiman Juned (Kuflet, Gedung TBO Sawahlunto, 2004 dan Taman Budaya Sumatera Barat, 2005), Sebut Saja namaku Polan/Sulaiman Juned (Kuflet, Gedung TBO Sawahlunto, 2005), Teaterikal Puisi ‘Riwayat’/Sulaiman Juned (Kuflet, Taman Budaya Surakarta Jawa Tengah, 2006), Hikayat Pak Leman/Sulaiman Juned (Kuflet, Gedung TBO Sawahlunto, 2006, dan Gedung Teater Mursal Esten Padangpanjang, 2007), Hikayat Cantoi/Sulaiman Juned (Kuflet, Gedung Teater Mursal Esten STSI Padangpanjang, 2007 dan Taman Budaya Sumatera Barat, 2008).
Lelaki ini sering juga menjadi nara sumber untuk bidang sastra, teater dan jurnalistik baik di Aceh, Padang, Riau, Jambi dan Bengkulu.
‘Beranak Duri Dalam Daging’
JAMBO
‘Beranak Duri Dalam Daging’
Karya: Sulaiman Juned
Jambo ‘Beranak Duri Dalam Daging’---Sinopsis------------------------------------------
merpati
putih. Seikat kembang di paruh
dadanya berdarah. Nyanyian kematian
nyaring terdengar-semua hilang bentuk-dijalan
jalan darah membanjiri dusun-kampung-kota
terkoyak api dendam.
-------------------------------------------Catatan Filososfi-------------------------------------------
merah
putih. Membagi
cinta dengan paksa
lahirkan sengketa. Orang-orang
berdiang pada bara-hujan tak mampu
memadamkannya. Ah!
---------------------------------------------Penokohan------------------------------------------------
Polem
Ali
Minah
Kaum Ateuh
Komandan Upah
Pasukan Upah I
Pasukan Upah II
Aman Ismail
________________________________________________________________________
PANGGUNG GELAP. SCRINT HIDUP. TERLIHAT KAUM ATEUH SEDANG BERGERAK TARI SEUDATI PEULET MANOK. TOKOH POLEM DUDUK DI ATAS JAMBO (DANGAU) DENGAN TATAPAN MATA KOSONG. FLASH BACK DENGAN TOKOH BRAHIM YANG BERANGKAT LALUDI TEMBAK PASUKAN UPAH. POLEM MENGIKUTI DARI BELAKANG LALU MENGANGKAT BRAHIM KE ATAS JAMBO.MASUK TOKOH ALI DENGAN MENYANYIKAN LAGU ATJEH TANOH LOEN SAYANG. IA BERHENTI KETIKA MELIHAT POLEM TERMENUNG DI ATAS JAMBO.
01. ALI
Abua. (MEMANDANG TAJAM) Abua, aku pulang. (MENDEKATI POLEM SAMBIL MENGGOYANG BAHUNYA).
02. POLEM
(GAGAP) Oh, kau…Kau Ali, (MENATAP DENGAN GEMBIRA) Kapan kau pulang. Bagaimana dengan kuliahmu serta kondisi di kota. Apakah sama dengan di desa yang tiap pagi masyarakat harus melaksanakan tugas rutin menguburkan mayat-mayat yang tak dikenal?
03. Ali
Ah, Abua, (SAMBIL MENGGELENG-GELENG KEPALA) Masih saja seperti dulu, tak pernah berubah. Ponaanmu ini sekarang sudah meraih gelar sarjana. Sarjana tekhnik kimia.(MENARIK KLENTENGAN) di kota dan di desa dalam kondisi tak jelas rupa tak ada bedanya, tersebab setiap yang mati harus berstempel maling.
04. POLEM
(MENANGIS). Kau mirip sekali Abimu. Kau mengingatkan aku pada Abimu. Tapi sayang…
05. ALI
Mengapa begitu. Sayang apa Abu. Kalimat ini dari mak yang selalu aku dapatkan. Hari ini aku sudah dewasa, jangan ada lagi yang disembunyikan perihal Abi. (MEMEGANG BAHU) Abua. Katakan sejujurnya. Katakan!
06. POLEM
(TERDIAM. TERLIHAT SCRINT KAUM ATEUH MENYANYIKAN LAGU ACEH TANOH LOEN SAYANG) Di Jambo ini, di sawah ini(AIR MATA NYA BERLINANG) Aku tak kuasa menghentikan Abimu. Tekadnya sudah bulat. (MENANGIS) maafkan aku Ali. maafkan aku. (DIAM SEJENAK) peristiwa 28 tahun yang lalu…
07. ALI
Maksud Abua. (MENATAP TAJAM) peristiwa apa.
08. POLEM
28 Tahun yang lalu terasa bagaikan baru kemarin abimu bukan meninggal karena sakit seperti yang diceritakan makmu. (TERDIAM SEJENAK) tapi ia bagi kaumya adalah pahlawan, pejuang yang tak pernah kenal menyerah…(Baro etnoe).
09. MINAH
(MASUK. MEMBAWA AIR MINUM) Cukup. Polem, jangan membuka luka yang bernanah di kalbu ini. Aku tak sepakat andaikan api berkobar dalam diri si Ali.
10. ALI
Mak biarkan saja anakmu ini tahu. Apakah salah andai anak tunggalmu ini mengetahui perihal Abinya tercinta. Apakah tabu bila seorang anak ingin mengetahui peristiwa yang telah menimpa abinya. Abua aku ingin cerita itu dilanjutkan. Teruskan Abua.
11. MINAH
Tak boleh. Mak tidak sepakat andainya Ali mengikuti jejak Abinya.
12. ALI
Mengapa begitu, Mak selalu saja menutupi peristiwa yang sebenarnya. (GERAM) kenapa, apakah Abi telah melakukan kesalahan yang sangat besar dalam hidup ini atawa telah salah dalam memaknai dirinya sebagai lelaki yang bertanggungjawab.
13. MINAH
Bukan begitu. Mak sangat takut andaikan kau mengetahui perihal Abimu, lalu mengobarkan api dendam dan aku tak mau lagi kehilangan untuk kesekian kali.
14. POLEM
(MENGGELENG) Adikku. Ali sekarang sudah dewasa, ia dapat menentukan pilihan mana yang baik serta mana yang buruk . Ali dapat melihat mana tuba mana penawar luka. Polem yakin ia mampu menjadi teladan bagi kaum kita.
15. MINAH
Entahlah, terserah Polem (MELETAKKAN BUNGKUSAN DI ATAS JAMBO) aku sebagai maknya hanya bertugas membesarkan lantas mennjadikan ia orang berguna bagi bangsa dan negara. Ini semua aku lakukan sebagai darma baktiku kepada almarhum suamiku. (MEMANDANG POLEM). Aku tak ingin ia ikut-ikutan kaum Ateuh, titik. (BERLALU PERGI).
16. ALI
Abua, aku ingin tahu segalanya. Teruskan cerita yang terputus tadi.
17. POLEM
Sampai dimana tadi. (BERPIKIR) inilah penyakitku Ali, kalau lupa pasti tidak ingat,tapi coba kalau ingat pasti tidak lupa.
18. ALI
Ah, Abua bisa saja, aku ingat pemain teater dalupa yang mementaskan pertunjukan komedi. (MENARIK KLENTENGAN) Kalau tidak salah, tadi sampai pada (BERPIKIR) Ya, pada pejuang yang tak kenal menyerah.
19. POLEM
Ya! (SAMBIL MEMILIN ROKOK DAN MENYULUTNYA).Abua memang pemain teater Dalupa. Waktu kau berusia
20. ALI
(TERTAWA) wajarlah Abua, usia lima tahun memoriku belum bekerja dengan sempurna. Tapi tolong lanjutkan mengenai Abi. Tolong Abua.
21. POLEM
Baiklah, Abimu di sawah ini, di jambo ini bertengkar habis-habisan dengan Abua. Ia ingin berangkat membantu kaum Ateuh. Sementara Makmu waktu itudalam keadaan hamil tua. Singkat cerita, ketika kami bertengkar hebat terdengar letusan senjata antara kaum Ateuh dan pasukan Upah. Dalam sebak-sebok seperti itulah Abimu berlari dengan rencong di tangan menantang pasukan Upah. Sementara Komanadan Upah dan pasukan sudah berkeliaran di sawah ini. (AIR MATA MENGALIR DI PIPINYA, KATA-KATA TERSEKAT DIKERONGKONGAN) Ketika aku bangun dari tiarap, (TERDIAM SEJENAK) aku…aku melihat Abimu telah tertembak. Aku kejar, aku peluk ia. Di Jambo ini ia aku baringkan dengan dadanya ditembusi tiga peluru…dalam pelukanku ia menghembuskan nafas yang terakhir. (DIAM. MELANJUTKAN DENGAN TERBATA-BATA) Sawah ini juga digeledah oleh pasukan Upah dalam gelap dan hujan Komandan Upah menodong Abua dengan senjata. Namun dengan gerak reflek Abua telah membunuh mereka dengan rencong.Aku mengambil senjata mereka dan dengan berat hati meninggalkan jasad Abimu di atas Jambo. Setelah itu aku tahu dari Makmu, bahwasannya Abua terdaftar jadi orang yang paling di cari di Naggroe ini. Sejak itu aku bergabung dengan kaum Ateuh dan diangkat menjadi pang Wali.
22. ALI
(TERPAKU. MENANGIS) Sekarang aku baru tahu mengapa Mak merahasiakan tentang Abi. Sekarang aku tahu bahwasannya beliau bukan hanya sekedar seorang guru sekolah lanjutan Atas tetapi juga pejuang bagi kaumnya. Aku salut kepada beliau.
23. POLEM
Ali, aku berharap padamu agar dapat menjaga Makmu. Apalagi ia telah berjuang dalam membesarkanmu, menyekolahkan sehingga kau menjadi sarjana.
24. ALI
Menjaga Mak adalah tugasku sebagai anak. Ketika anak sudah dewasa apapun harus dihadapi untuk melindunginya. Bila aku memikirkan perihal Abi, rasanya ingin turun menyatu dengan kaum Ateuh untuk memerdekakan kaum serta membalas segala perilaku pasukan Upah.
25. POLEM
Jangan begitu. Tak usah memenjarakan dirimu dalam api dendam. Sesuatu yang telah terjadi janganlah dikenang namun mari kita pikirkan kehidupan yang baru dan jangan biarkan terulang kembali.
26. ALI
Abua. Aku memang tidak pendendam, namun apa yang terjadi pada Abi, itu yang tidak bisa kulupakan. Aku ingat terus.
27. POLEM
Itu artinya, sama saja mengurung diri dalam lingkaran dendam yang tak putus-putus, sementara kita harus memaknai hidup dengan sempurna serta membuang keluh-kesah yang beranak duri dalam daging.
28. ALI
Bagaimana mampu membuang duri dalam daging. Aku semenjak dalam kandungan, duri itu telah ditanam sehingga tumbuh subur dalam seluruh tubuhku. Bahkan dalam hembusan nafasku duri itu tumbuh.
29. POLEM
(MARAH. KECEWA). Ali, aku telah mematahkan duri yang tumbuh dalam tubuhmu. aku telah menggantikannya dengan mawar agar kehidupan terjalani dalam semerbak wewangian tanpa henti.
30. ALI
Abua. Seikat mawar tak mampu membunuh bau busuk yang tersimpan selama dua puluh delapan tahun. Rahasia yang sangat rapi disimpan Mak, menjadi diriku resah dan gelisah dalam setiap perjalanan usiaku. Sekarang ini, segala rahasia itu telah terbongkar. (MERENUNG) Aku pewaris tunggal, anak dari seorang manusia bernama Brahim haruslah mengambil tindakan.
31. POLEM
Tindakan (GERAM). Tindakan apa yang harus kau lakukan, aku berharap kau dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya. Jangan kau satukan emas dan loyang.
32. ALI
Bila air serasa api, apakah kita harus berdiam diri menerima tindakan-tindakan dengan mengurut dada. Rakyat terbatas ruang geraknya, segalanya terkungkung dalam spektrum gangguan keamanan, rasa saling curiga serta sikap menutup diri. (SEDIH, GERAM) Masyarakat yang hidup dalam wilayah konflik setiap saat kondisinya berwujud sebagai wilayah perang. Setiap saat pula bila bentrokan terjadi selalu saja rakyat yang menjadi korban.
33. POLEM
Ali. Kesalahan terus terjadi, bangsa ini terus mengulangi kesalahan-kesalahan. Kebaikan dan kesabaran telah dilakukan untuk menyelesaikan kedamaian, sementara kaum kita diikat tidak boleh bergerak, tapi mereka terus melakukan pembantaian. Kita harus mengambil sikap.
34. ALI
Ya, kita harus mengambil sikap. Para pemimpin agar tidak mengulangi kesalahan masa lampau yang melakukan tindakan pengendalian`keamanan secara overdosis.(MARAH) Seharusnya Abua, para pasukan Upah harus mampu mengendalikan keamanan sesuai dosis, tidak boleh lebih.
35. POLEM
36. ALI
Benar Abua, yang lebih menyakitkan lagi kaum kita telah mundur tiga puluh tahun ke belakang dalam bidang pendidikan. Betapa tidak, berapa banyak sekolah, meunasah dan mesjid telah menjadi abu. Konflik menjadikan negeri ini ladang pembakaran terhadap pengetahuan baik dunia maupun akhirat. (MENARIK KLENTENGAN).
37. POLEM
Tidak hanya itu Ali, hus! hus! (MENARIK KLENTENGAN) Negeri ini pernah dijanjikan tidak akan tumpah lagi air mata, darah, apalagi menghilangkan nyawa. (MARAH) Janji taik kucing, manusia setelah meraih apa yang diinginkannya selalu lupa terhadap perjanjian yang dibuatnya sendiri. (MELUDAH) Pih! Inilah mentalitas pemimpin kita, mentalitas pejanji.
38. ALI
(LAGU ATJEH TANOH LOEN SAYANG BERGEMA. SCRINT HIDUP) Abua, aku harus iku. Aku harus turun untuk menuntut balas tentang kematian Abi. Andai aku ikut bergabung dengan kaum Ateuh berarti aku juga telah memerdekakan diriku dari mentalitas pejanji serta menegakan kebenaran.
39. POLEM
Mentalitas seseorang ditentukan oleh kualitas intelektual, terserah apakah orang tersebut mau jadi kheucik, camat, bupati, gubernur, pasukan Upah atawa presiden sekalipun segalanya tetap pada akal sehat serta keinginan untuk berbuat baik. Itu saja.
40. ALI
Betul itu Abua, tapi untuk hari ini aku ingin bergabung dengan kaum Ateuh. Meluruskan serta menyelesaikan kaum opurtunis dengan caraku sendiri. Di negeri ini tak akan pernah kering darah dan air mata bahkan penghilangan nyawa seseorang bila kaum opurtunistik tidak di basmi.
41. POLEM
Ali (BERPIKIR) Kau memang persis Abimu, tapi aku tak mau andaikan aku lagi yang disalahkan oleh Makmu dan…
42. ALI
Cukup Abua. Mengenai ini, aku tak pernah menyalahkan Abua. Mak tak berhak ikut campur. Ini urusan kaum kita yang diperlakukan semena-mena, jadi kita wajib berjuang. Masalah dengan Mak itu, biar aku yang menyelesaikannya. Sekarang, mari kita berangkat menemui seluruh kaum untuk mengangkat bendera perang. (ALI DAN POLEM KELUAR DARI SAWAH. SCRINT HIDUP. LAGU ATJEH TANOH LOEN SAYANG DINYANYIKAN DENGAN BERSEMANGAT. LALU PASUKAN UPAH MENEMBAK MEREKA. ADA YANG TERGELETAK DAN ADA YANG LARI).
43. KOMANDAN UPAH
(BERDIRI DI SCRINT DAN DUA ORANG ANGGOTA PASUKAN UPAH MEMUKUL TOKOH ISMAIL. LANTAS MENYERET KE SAWAH DI TENGAH JAMBO). Hai, kau periksa tempat ini. Kita harus hati-hati di sini, masih jelas dalam ingatanku kami menggerebek Brahim serta Polem namun kedua orang anak buahku tewas di sini, sementara aku sendiri dilukai dengan rencong. Makanya kalian harus hati-hati.
44. PASUKA N UPAH I
Siap Dan! (MEMBERI HORMAT).
45. KOMANDAN UPAH
Laksanakan!
46. PASUKAN UPAH I DAN II
Siap Dan! (KEDUANYA BERGERAK HENDAK MEMERIKSA).
47. KOMANDAN UPAH
Hai-hai, kemari. Kemari (KEDUANYA BALIK MENDEKATI KOMANDAN DENGAN PERASAAN BINGUNG) Apanya yang siap Dan, ayo push Up kalian
48. PASUKAN UPAH I DAN II
Siap Dan (MELAKUKAN PUSH UP
49. KOMANDAN UPAH
Kamu (MENUNJUKKAN PASUKAN UPAH I). Periksa tempat ini. Dan kamu (MENUNJUK PASUKAN UPAH II). Amankan dia (MENUNJUK ISMAIL).
50. AMAN ISMAIL
(MENDEKATI KOMANDAN UPAH). Nama saya memang aman pak. Maksudnya gelar panggilan bagi orang yang sudah punya anak. Karena anak saya namanya Ismail, maka saya dipanggil Aman Ismail pak (DENGAN DIALEK ACEH GAYO).
51. KOMANDAN UPAH
Aku tidak tanya kamu. (MENOLEH PADA PASUKAN UPAH II) kamu tunggu apa lagi, ayo laksanakan tugasmu.
52. PASUKA N UPAH II
Siap Dan (MELIHAT TAJAM KE ARAH ISMAIL). Kamu sini, sebelum aku amankan, aku mau buka mulut kamu dulu. Obat membuka mulut ini (MEMUKUL ISMAIL DENGAN POPOR SENJATA). Kamu tertangkap dengan orang-orang yang bernyanyi tadi kan. Aku minta tunjukkan dimana kaum Ateuh Berada. (MENGGELENG. DENGAN BENGIS IA KEMBALI MEMUKUL DAN MENENDANG).
KOMANDAN UPAH
Pasukan. (BERTERIAK). Bagaimana kalian ini tidak ada yang becus (SAMBIL MELIHAT BUNGKUSAN ROKOK DAUN YANG TERLETAK DI ATAS JAMBO) Ini pasti miliknya Polem, dan menurut informan kita ia sekarang sudah menjadi Pang wali.
53. PASUKAN UPAH I DAN II
(BERLARI SAMBIL MEMBERI HORMAT). Siap dan. Semuanya aman terkendali.
.
54. KOMANDAN UPAH
Bawakan Aman Ismail kemari.
55. PASUKAN UPAH I DAN II
Siap Dan. (MENYERET AMAN ISMAIL KE ARAH JAMBO).
56. KOMANDAN UPAH
Kamu coba jelaskan secara singkat, padat dan terpercaya. Pertama sebutkan namamu, apa nama daerah ini. Kedua, kenapa kamu berada dalam gerombolan kaum Ateuh. Ketiga, beritahu rumah si Polem serta dimana tempatnya bersembunyi sekarang ini, mengerti.
57. AMAN ISMAIL
Mengerti, pak. (BERPIKIR). Yang mana dulu saya jawab (MENGHITUNG JARI). Yang pertama, ketiga atau yang kedua.
58. KOMANDAN UPAH
Terserah kamu.
59. AMAN ISMAIL
Baiklah, saya jawab yang ketiga dulu. Saya tidak tahu persis rumahnya si Polem, kalau rumah lamanya saya tahu, tapi kalau rumah barunya dimana ya. (BERPIKIR).
60. KOMANDAN UPAH:
Kenapa mesti rumah barunya, rumah lamanya pun penting dan harus diketahui. (PASUKAN UPAH I MEMUKUL DENGAN POPOR SENJATA). Jangan, jangan kasar dengan rakyat (KEPADA PASUKAN UPAH) Ayo katakan dimana.
61. AMAN ISMAIL
Rumah lamanya sudah menjadi abu, dibakar satu minggu yang lalu.
62. KOMANDAN UPAH:
(MARAH) Siapa yang membakarnya. Ayo katakan, siapa.
63. AMAN ISMAIL:
Mana saya tahu, pak. Orang bilang, itu perlakuan dari orang-orang tak dikenal. Sementara saya sendiri tidak pernah kenal dengan orang tak dikenal itu, pak. Benar pak, sungguh. Kalau tempat Polem bersembunyi siapa yang sanggup mengetahuinya, buktinya bapak sendiri tanya sama saya (TERTAWA). Sedangkan bapak sajai tidak tahu apalagi saya.
64. KOMANDAN UPAH:
(TERSINGUNG). Kamu jangan banyak bacot. Kamu jawab dengan detil pertanyaan saya yang kedua tadi.
65. AMAN ISMAIL
O. kalau masalah itu jangankan detil saya akan jawab secara seteril pak. Saya tidak tahu apa itu gerombolan. Saya hanya kebetulan lewat sedang membawa rumput untuk makanan lembu , pak (MENANGIS) tapi tiba-tiba saya ditangkap, dipukul lalu diseret kemari. Kasihanilah lembu saya pak, kalau saya tidak dilepas lembu saya akan mati. Oya, pak ada yang saya tahu. Pertanyaan bapak tentang saya. Nama saya Aman Ismail pak itu peramanan. Bagi orang yang sudah punya anak dipanggillah nama anaknya yang pertama, karena anak saya yang pertama bernama Ismail, maka saya dipanggil Aman Ismail. Sebenarnya nama asli saya Brahim, pak. Kalau nama daerah ini namanya kampung Sabe-Sabe, pak (BANGGA). Kalau itu saya tahu pak. Jadi saya boleh pulang. (MELANGKAH HENDAK PERGI).
66. PASUKAN UPAH I DAN II
Tunggu (MENGEJAR. LANGSUNG MEMUKUL). Kurang ajar kamu.
67. KOMANDAN UPAH
Hentikan. Sudah saatnya kita menembak hati masyarakat, bukan tubuhnya.
68. PASUKAN UPAH I
Siap Dan. Tapi instruksi bapak dua hari yang lalu setiap orang-orang yang dicurigai harus ditangkap, disiksa dan kalau mendesak harus dibunuh.
69. KOMANDAN UPAH:
Ya. Itu dua hari yang lalu, semuanya tergantung komando. Goblok.
70. PASUKAN UPAH I:
Siap Dan. Siap menerima perintah dan komando lanjutan.
71. KOMANDAN UPAH:
Mari kita menyisir kampung ini. Mana tahu ada merpati yang patah sayapnya dan siap untuk kita makan. Mana tahu ada kijang yang siap menerima kehadiran kita serta melayani kehidupan lahir batin.
72. PASUKAN UPAH II:
Tapi, yang ini bagaimana Dan (MENUNJUK KE AMAN ISMAIL)
73. KOMANDAN UPAH:
Terserah kalian.
74. PASUKAN UPAH II:
Kamu sekarang boleh pulang. Bawa itu rumput untuk makanan lembumu, mengerti. (SEPERTI BERBISIK) kamu punya anak gadis dirumah.
75. KOMANDAN UPAH:
Cepat. Ayo kita berangkat.
.
76. PASUKAN UPAH II
Siap Dan. (BERALIH KE AMAN ISMAIL) kamu punya anak gadis tidak (AMAN ISMAIL MENGGELENG SEMENTARA PASUKAN UPAH I BERJALAN MENINGGALKAN MEREKA) apa juga yang kamu punya, ini kau punya (MENGANGKAT KAKI LALU MENENDANG HINGGA JATUH. IAPUN MENGIKUTI KOMANDANNYA. AMAN ISMAIL MEMEGANG DADANYA YANG TERASA SAKIT NGILU TERBEKAM DALAM HATI. SCRINT HIDUP TERLIHAT KAUM ATEUH SEDANG MENARI SEUDATI DAN MENYANYIKAN LAGU ACEH TANOH LOEN SAYANG. MASUK POLEM DAN ALI. AMAN ISMAIL TERGELETAK)
77. POLEM
Siapa kau. Mengapa ada di jambo kami. Apa kau mata-mata pasukan upah ya. (AMAN ISMAIL MENGGELENG) jadi kau ini siapa, ayo jawab.
78. AMAN ISMAIL
(GAGAP) Aku Aman Ismail tetangga kampung sebelah.
79. ALI
Pak, coba jelaskan mengapa bapak bisa sampai disini (MEMERIKSA MUKA AMAN ISMAIL) Abua sepertinya orang ini baru saja disiksa (BERALIH KE AMAN ISMAIL) Bapak tak perlu takut-takut ceritakanlah pada kami.
80. AMAN ISMAIL
Baiklah. Berapa waktu yang lalu pasukan upah sedang melakukan sweeping atawa penyisiran di kampung ini. Saya sedang membawa pulang rumput untuk lembu, tiba-tiba saya berjumpa dengan pasukan upah lalu saya diseret dan ditendang (POLEM MENDEKAT) Muka saya dipukuli sehingga jadi begini (MENUNJUKKAN WAJAHNYA). Mereka menanyakan tentang pang wali Polem tapi saya tak mau bilang.
81. POLEM
Ya Tuhan. Aman Ismail, inilah yang membuat aku sangat benci kepada pasukan upah. Mereka terlalu suka memukul dan menyiksa rakyat biasa. Beraninya hanya sama rakyat (GERAHAMNYA GEMERETAK MENAHAN MARAH). Kurang ajar.
82. ALI
Sepertinya, mereka harus kita beri pelajaran. Abua, beberapa waktu yang lalu intelektual dari kaum kita dihabisi dan selalu saja menjadi korban dari tindak kekerasan yang ditentangnya. Aku semakin tidak sabar untuk menghabisi para maling yang memakai baju pasukan upah. (MELIRIK AMAN ISMAIL) Bapak silahkan pulang. (AMAN ISMAIL KELUAR).
83. POLEM
Sabar sedikit Ali, kita juga harus berhati-hati. Kita tidak boleh terjebak oleh trik-trik yang mereka lakukan untuk memancing kaum Ateuh. Bangsat.
84. ALI
(MENANGIS) Abua, aku orang yang pernah mengecap pendidikan tinggi aku telah meraih gelar sarjana tapi apa yang terjadi pada generasi pelurus kaum kita, pasukan upah telah membumihanguskan simbol-simbol dunia pendidikan, semua dihabisi. Membunuh simbol berarti akan ada efeknya, mereka membunuh rakyat yang tak berdosa oleh karena itu lebih baik kita ajak saja mereka berperang secara terbuka.
85. POLEM
Ali, jangan ikuti jiwa mudamu, jangan ikuti nafsu untuk menghabisi mereka, hal itu tidak mudah. Kita harus mengatur strategi, menyusun siasat agar perjuangan kita tidak sia-sia.
86. ALI
Abua aku sudah tak tahan terkurung dalam konflik ini, kaum kita dianggap seperti kerikil. Padahal, disaat negeri pasukan Upah sedang miskin kaum ateuhlah yang menyumbangkan pesawat. Ketika negeri pasukan Upah beranjak dewasa, kaum ateuh pemasok devisa paling besar melalui sumber daya alamnya. Situasi ini lebih didominasi politik survivalitas sehingga kaum ateuh dianggap bukan prioritas utama.
87. POLEM
(TERTAWA SINIS) Benar. Semua yang kau ungkapkan benar Ali. Maka semenjak dari abimu tewas aku tak mau menyerahkan diri. Menyerahkan diri pastii habis, tetap bersembunyi sama teringkus. Hidup ini sebenarnya pendek sedang kematian begitu panjang. Abua memilih hidup seperti sekarang ini, biarpun aku dianggap pemberontak, penghianat terhadap negara tidak apa (SEDIH). Tapi aku lebih bahagia mati secara kesatria dan terhormat dimata Tuhan, maka aku pilih jalan hidup seperti ini.
88. ALI
Aku bangga terhadap Abua. Aku bangga kepada mak yang rela berkorban apapun untuk membesarkan aku, namun kaum ateuh bukan hanya aku Abua, konflik ini melelahkan karena banyak memakan energi dan korban, menjengkelkan karena pucuk pimpinan kelihatannya tak berdaya atau sengaja mendiamkan. Aku sudah bosan menyaksikan korban difihak rakyat.
89. POLEM
Ya, aku mengerti perasaanmu. Makanya mari kita berjuang agar kaum ateuh dapat diorangkan, hal ini tak cukup dengan pemberian otonomi khusus. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan tokoh pasukan Upah tak berarti banyak bagi penyelesaian. Kita harus memerdekakan kaum kita dari seluruh ikatan apalagi selama ini kita diikat aturan yang misterius. (TERDENGAR SIULAN LAGU MARS UPAH).
90. ALI
Apa itu, Abua. (TERDENGAR SIULAN ITU LAGI).
91. POLEM
(MEMOTONG). Kamu pulang. Cepat kamu pulang, katakan samaa Makmu Abua akan pergi jauh.
92. ALI
Aku ingin bersama Abua. Aku tak mau pulang.
93. POLEM
(MENCABUT PISTOL). Kamu mau pulang atau tidak. Bila tidak aku tak segan-segan membunuhmu. (ALI PERLAHAN-LAHAN MUNDUR DAN BERLARI PULANG. SCRINT HIDUP. TERLIHAT PASUKAN UPAH SEDANG BERJALAN SERENTAK DENGAN BERSIUL MARS UPAH. LALU MASUK KE DALAM SAWAH. TERDENGAR TEMBAK-MENEMBAK. LALU SUNYI SESAAT, TERLIHAT POLEM TELAH TEWAS. PASUKAN UPAH PERGI. MASUK MINAH DENGAN ALI).
94. ALI
Abua (AIR MATANYA TERTAHAN. MEMANGKU POLEM BERSAMA MINAH, MENGANGKAT KE JAMBO) Begitu cepat engkau pergi.
95. MINAH:
(MENUTUP MATA DAN MELIPAT TANGAN POLEM). Semoga engkau bahagia.
96. ALI
(MENGAMBIL RENCONG DAN PISTOL. SAYUP TERDENGAR LAGU ATJEH TANOH LOEN SAYANG. MEMANDANG POLEM DAN MAKNYA) Mak, maafkan anakmu. Dada ini telah beranak duri dalam daging (MENCIUM KENING MAKNYA). Doakan aku, Mak. (MELONCAT DARI JAMBO LALU PERGI. MINAH HANYA BISA MENATAP)
TAMAT
Padangpanjang, 2001-2003
Sulaiman Juned
Catatan:
Keuchik (Bahasa Aceh): Kapala Desa
Abi (Bahasa Aceh) : Ayah
Abua (Bahasa Aceh) : Abang dari ibu kandung
‘Luka Tak Teraba’
JAMBO
‘Luka Tak Teraba’
Jambo ‘Luka Tak teraba’
--------Sinopsis-----------
hidup berbatas cahaya matahari
malam bukan milik bersama. Tak ada lagi
perempuan-perempuan menangkap belalang
dengan lampu kelap-kelip. Buat lauk besok pagi. Tak
ada lagi lelaki menikmati isapan rokok bersama dingin malam
sambil jongkok buat hajat pinggir kali. Tak ada lagi nyala petromaks
rumah kematian mengumandangkan ayat pengantar kepergian yang abadi.
orang
orang memilih keselamatan dengan
diam.
---------------------------------------Catatan Filosofi------------------------------------------------
Sejarah sebuah negeri, menjadi negeri tak jelas rupa. Tak pernah sunyi dari sengketa. Gerimis berkelahi di halaman. Kebenaran diam-diam mati terkubur tanpa kehormatan. Kisah luka-duka-sakit-pahit-getir tak pernah reda tangis para janda. Sementara sakit-marah-dendam tersimpan rapi bawah bantal sebab di luar selalu hitam.
-----------------------------------------------Penokohan----------------------------------------------
Brahim
Polem
Komandan Upah
Pasukan Upah
Kaum Ateuh (Atas)
________________________________________________________________________
PANGGUNG GELAP. SCRINT/ SILHUET HIDUP, TERLIHAT POLEM SEDANG MEMBACA HIKAYAT. BRAHIM DUDUK DI ATAS JAMBO (DANGAU) DENGAN TATAPAN MATA KOSONG. KOMANDAN UPAH DAN PASUKAN UPAH MASUK DARI ARAH PENONTON MENCARI KAUM ATEUH (ATAS) LALU PASUKAN UPAH MENYERETNYA, MENEMBAKNYA DI SCRINT /SHILUET, TERDENGAR JERITAN YANG MENYAYAT. POLEM MASUK, MEMPERBAIKI PEMATANG SERTA MENGUSIR BURUNG YANG SEDANG MEMAKAN PADI MUDA.
________________________________________________________________________
01. POLEM
(MENGGOYANGKAN BAHU BRAHIM) Lihat burung pipit, memakan padi muda kita.
02. BRAHIM
(MENATAP POLEM) ada apa?
03. POLEM
Pipit. (MENUNJUK KETENGAH SAWAH)
04. BRAHIM
(MENELITI) Aku tidak melihat pipit disana. Aku malah melihat satu peleton upah sedang merayap kemari (CEMAS). sepertinya kita harus mengungsi.
05. POLEM
Piyooh dilee. Tunggu dulu, aku tadi bilang ada pipit, kau malah bicara tentang pasukan upah. Barangkali ini akibat dari satu minggu lamanya kau disekap mereka. Mana ada upah disini, yang ada burung pipit sedang memakan padi muda kita. (MENARIK TALI KLENTENGAN)
06. BRAHIM
Polem. Kau tahu tidak. Satu minggu lamanya aku dibawa keliling pasukan bermuka Hitam itu.
07. POLEM
Terus!
08. BRAHIM
Aku menyaksikan peristiwa demi peristiwa. Ada bulan diperkosa, matahari dimalamkan.
09. POLEM
Ah! jangan bermain hadih maja. Aku tak mengerti yang transparan sajalah.
10. BRAHIM
Aku menyaksikan dara-dara diperkosa. (TURUN DARI JAMBO, MEMPERBAIKI PEMATANG SAWAH)
11. POLEM
(MEMOTONG SINIS) jangan coba-coba menjadi provokator, itu tidak baik walaupun terhadap aku sebagai iparmu.
12. BRAHIM
Polem! Bagaimana aku harus menjelaskannya (KESAL) apa kau tidak melihat, setiap moncong senjata ditujukan kekampung ini. Peluru memang tak bertuliskan nama siapa-siapa.
13. POLEM
Lantas! (KETUS)
14. BRAHIM
Peluru itu, bisa saja bertuliskan nama Ali, Mae, Akub, Nyak Mi. dan Brahim Iparmu ini (GERAM). mengantarkan kita kaum Ateuh ke liang lahat.
15. POLEM
Kematian merupakan takdir yang harus kita jalani.
16. BRAHIM
Kematian memang takdir. Takdir yang telah digariskan tuhan. Bila nyawa seseorang ditentukan dengan wajib bunuh (MENAHAN MARAH) Apakah itu dapat dikatakan takdir.
17. POLEM
Pasukan upah juga manusia. Manusia pada hakekatnya baik, hanya karena baju, kursi lembaga serta sistem komando yang membuat ia jadi buruk. Seharusnya kita melakukan komunikasi untuk menyelesaikannya.
18. BRAHIM
Bagaimana komunikasi dapat dilakukan. Sementara kita dihadapkan dengan politik uang, ancaman rencong, parang serta pelototan orang-orang yang memelototi kaumnya sendiri dengan laras senapan. (MELUDAH) pih ! (MEMANDANG POLEM) Kekuasaan seringkali membuat orang bermata gelap terhadap makna keadilan dan akal sehat.
19. POLEM
Harkat dan martabat manusia memang harus diperjuangkan, tidak boeh dilecehkan. Tapi…(MENARIK KLENTENGAN) Hus! Hus!
20. BRAHIM
(MEMOTONG CEPAT) Tidak hanya itu, manusia sebenarnya lahir bebas, dan dimana-mana ia sering terjerat.
21. POLEM
Maksudmu !?
22. BRAHIM
Manusia yang memiliki kekuasaan, selalu saja beranggapan dirinya Tuan atas yang lain. Tanpa ia sadari perlakuannya tak lebih sebagai budak dari penguasa, serta kekuasaan itu sendiri.
23. POLEM
Semua kita memang harus membuka diri. Mau mengaku kesalahan masing-masing, lalu sama-sama memperbaiki. (GERAM) bukan mempertahankan kebenaran yang absurd.
24. BRAHIM
Bagaimana kita berharap mereka berjiwa besar. Nah lihat itu, Lihat ! (SCRINT/ SILHUET HIDUP, TERLIHAT KAUM ATEUH DISIKSA PASUKAN UPAH) Kau lihat itu
25. POLEM
Inilah yang perlu dikomunikasikan. (MENYINDIR) Sehingga kaum kita bisa membuat pernyataan tanpa penindasan.
26. BRAHIM
Polem! Kau lihat kesana lagi. Buka matamu lebar-lebar. (SCRINT SILHUET, TERLIHAT SEORANG ULAMA DITELANJANGI LALU DISAYAT-SAYAT KULITNYA. KEMUDIAN DITEMBAK) Darahku sebagai kaum Ateuh mendidih. Beginilah bila keadilan serta akal sehat telah dicampakkan.
27. POLEM
Piyooh Dilee. tunggu dulu. Mengapa dendam yang diajarkan, bukankah dulu kau mengajarkan kepadaku agar kita tak boleh mejadi pendendam.
28. BRAHIM
Aku kesal (KECEWA). Aku sangat kesal dengan kaum politikus, karena mereka memberi ruang bagi para opurtunis untuk bermain.
29. POLEM
Aku semakin tak mengerti jalan pikiranmu.
30. BRAHIM
Apa kau bilang (TERTAWA SINIS) Tak mengerti. Kau harus mampu membaca tanda-tanda jaman. Sekarang ini, peradaban manusia dipenuhi dengan kisah opurtunistik, mencari kesempatan dan keuntungan bagi diri sendiri. Orang- orang semacam ini bertebaran dimana-mana.
31. POLEM
Bukankah semua ini berpangkal dari pemberontakan kaum Ateuh. Sehingga kekacauan seperti ini terjadi.
32. BRAHIM
Awalnya memang begitu. Mereka protes terhadap kesenjangan sosial. Tetapi setelah pasukan upah masuk kedaerah ini, bukan saja kaum Ateuh yang diburu. Anak-anak negeri yang tak berdosapun terkena getahnya. Betapa banyak orang tua yang kehilangan anaknya, anak-anak menjadi yatim dan berpuluh kaum ibu menjadi janda. (SEDIH TERPEKUR)
33. POLEM
Tragedi berdarah memang terus terjadi. Negeri ini akan disesaki kuburan massal, bila kita tak mau duduk semeja untuk menyelesaikannya dengan damai.
34. BRAHIM
Dalam suasana tak jelas rupa, segala hal bisa terjadi. Hari ini kawan, besok jadi lawan. Bahkan kita sangat sulit membedakan antara yang baik dengan yang buruk, antara pejuang dengan opurtunis.(MENGUSIR PIPIT) Hus! Hus! (MENATAP TAJAM KEARAH POLEM). Apakah kita mampu duduk semeja dengan orang-orang yang telah menjadikan kuburan sebagai penjara.
35. POLEM
Ah! Jangan dendam yang diasah, namun penyelesaian yang perlu dipikirkan.
36. BRAHIM
Bukan masalah dendam. Tapi…(SCRINT/ SILHUET ORANG-ORANG MENYANYIKAN ATJEH TANOH LOEN SAYANG, SERTA TERDENGAR SALAK SENJATA MEBUAT MEREKA KOCAR-KACIR). Kau lihat itu, bagaimana kaum kita tidak luka menyaksikan ini, luka tak teraba.
37. POLEM
Berapa kali aku katakan. Kita harus menyelesaikan peristiwa ini dengan mupakat. Bukankah para datu kita di abad yang lalu juga menyelesaikan peristiwa berdarah di negeri ini dengan mupakat.
38. BRAHIM
Prak laju. Omong kosong apa lagi yang kau ucapkan itu. Kita tidak boleh lagi terlena janji-janji semu yang ditebarkan kaum oportunis itu. Sudah cukup kaum kita ditipu dengan air mata pemimpin negeri yang berhati srigala. Aku harus turun melawan kebiadaban (BERGERAK HENDAK PERGI).
39. POLEM
(MENGHADANG BRAHIM) Jangan! Kau tak boleh turun. Kau tak boleh pergi, bila kepergianmu hanya untuk mengasah dendam.
40. BRAHIM
Tidak! Aku harus turun. Berapa waktu lalu, jeda kemanusiaan antara pasukan upah dan kaum Ateuh telah disepakati, agar tak melakukan kekacauan dengan tinta yang masih belum kering.
41. POLEM
Itu suatu kemajuan. Seluruh kaum kita seharusnya mendukung.
41. BRAHIM
Kemajuan. (GERAM) Kemajuan apa? Baru saja nota kesepahaman ditanda tangani, kekerasan kembali terjadi. Penyisiran dilakukan, pasukan upah membunuh anak-anak dengan alasan terjangkit semangat Prang Sabilillah.
42. POLEM
Aku punya keyakinan. Nota kesepahaman ini akan berhasil. Kita akan kembali hidup damai seperti sediakala.
43. BRAHIM
Sudah berapa kali aku ingatkan. Kita tak perlu lagi duduk semeja, semua itu hanya trik politik. Jeda kemanusiaan yang telah disepakati tidak berarti sama sekali. Buktinya, kaum Ateuh dikebiri sementara kekerasan terus berlangsung dinegeri ini.
44. POLEM
Aku sangat sesalkan, hal itu bisa terjadi. Padahal kita ingin sebuah kedamaian bernama rumah kemerdekaan yang hakiki.
45. BRAHIM
(MARAH. TERSINGGUNG) Kedamaian taik kucing. Kesepakatan itu hanya tipuan belaka. Aku tak tahan tersekap dalam teror yang tak jelas rupa. Biarkan aku turun untuk menyelesaikan peradaban agar menjadi sejarah bagi anak cucu kita.
46. POLEM
Tidak! Aku tidak ijinkan. Apa kau pikir akan menjadi pahlawan, bila kau mengangkat bendera perang.
47. BRAHIM
Hom hai. Entahlah! Setidaknya aku telah berbuat apa yang aku bisa. Menyumbangkan darma bakti bagi negeri yang sedang diluluhluntakkan oleh kerakusan dan kebiadapan pemimpinnya sendiri.
48. POLEM
(MENARIK KLENTENGAN) Hus…Hus…bila masih ada cara untuk menyelesaikan masalah melalui jalan damai, mengapa tidak kita lakukan. Aku kira, pemimpin kita sudah mulai melunak.
49. BRAHIM
Seluruh kaum kita, aku kira tidak percaya lagi pada mulut manis para badut yang melakonkan pesta canda, mengobral gelisah. Sementara kebebasan berfikir dikurung dalam gudang senjata tak berpintu.
50. POLEM
Kon meunan. Bukan begitu. Mari kita mencoba membuka pintu hati, merelakan masuk dengan nama perdamaian.
51. BRAHIM
Perdamaian (TERTAWA SINIS). Kata-kata pedamaian hanya diucapkan sebagai slogan. Sedangkan kenyataan yang kita temui malah sebaliknya. Mereka mengagung-agungkan hukum dan keadilan sebagai alat penertiban keamanan, sementara hukum dan keadilan itu sendiri berada di moncong senapan, dan kuburan menjadi penjara seumur hidup.
52. POLEM
Kesal aku (SAMBIL MENARIK KLENTENGAN) Dendam terus yang diasah.
53. BRAHIM
Seharusnya aku yang kesal. Bukan kau.(MENAHAN MARAH. MENATAP TAJAM POLEM) Mana tanggung jawab pasukan upah yang telah menjadikan negeri ini ladang untuk latihan menembak. Mana.
54. POLEM
Peu Lom. Apalagi. Masalah ribuan orang yang hilang. Anak-anak yang jadi yatim dan kedudukan negeri ini, ini yang perlu kita dudukkan dulu.
55. BRAHIM
Kau lihat itu lagi. (MENUNJUK KETENGAH SAWAH) Berpuluh pipit sedang mencari hidup dan kehidupannya. Aku cemburu pada pipit, babas nelangsa kemana saja mereka mau tak takut mati untuk mempertahankan harga diri kamnya.(DIAM SEJENAK) mereka dapat memaknai kemerdekaan dengan sempurna.
56. POLEM
Ah! apakah kita harus angkat senjata lagi untuk memaknai kemerdekaan! Apakah kita harus jadi pahlawan agar dapat menyelami kebebasan yang hakiki. Seperti pipit bebas mengitari alam, menghirup udara segar bernama kemerdekaan.
57. BRAHIM
Kau jangan menyindirku. (TERSINGGUNG) Bila tak ada lagi yang dapat dipertahankan dalam sebuah rumah, dan rumah itu telah menjadi neraka bagi kita apakah kita harus bertahan, kenapa tidak kita bangun rumah baru dengan kehidupan yang baru pula. (SCRINT/ SILHUET. ORANG-ORANG/ KAUM ATEUH MENYANYIKAN LAGU ATJEH TANOH LOEN SAYANG) kau dengar nyanyian itu, kau dengar
58. POLEM
Ya! aku mendengarnya.
59. BRAHIM
Aku mendengar mereka memanggilku. (NYANYIAN ITU SEMAKIN BERSEMANGAT) Aku harus turun. Harus (BERGERAK CEPAT HENDAK PERGI).
60. POLEM
Tidak boleh kau kesana. Tidak. Kematian akan menghadangmu.
61. BRAHIM
Untuk apa aku hidup. Sementara aku menyaksikan pembunuhan terjadi didepan mataku. Itu artinya aku telah mati dalam hidup. (GERAM).
62. POLEM
Tak perlu kau berduka seperti itu. (MEMANDANG LEKAT BRAHIM) sebenarnya apa yang kau cari.
63. BRAHIM
Aku dan seluruh anak negeri ini, mencari keadilan dan kebebasan serta kemerdekaan dalam arti yang luas bukan seperti yang terjadi selama ini, kita diberikan keistimewaan, tetapi itu semua dibekap dalam ikatan kekuasaan yang bernama keadilan sosial bagi seluruh kaum. Kaum kita diperlakukan sesuka hati mereka. Diberlakukannya DOM yang membuat pasukan upah dapat melakukan kebrutalan dengan dalih hukum dan keamanan. Mereka berenang di atas darah dan air mata kaum kita. Barangkali sebentar lagi di tanah ini akan diberlakukan darurat perang.(KESAL) Pih! Permainan apa lagi ini?!
64. POLEM
Hati boleh Panas (MENGELUS BRAHIM) tapi kepala tetap dingin agar segalanya dapat terselesaikan.
65. BRAHIM
Apa yang dapat mereka lakukan. Peristiwa disini seperti benang kusut, dan telah beranak duri dalam daging. (NYANYIAN ATJEH TANOH LOEN SAYANG). Aku harus turun memperjelas keadaan, jangan halangi aku.
66. POLEM
Jangan, aku tetap tak rela. Aku ingin kau dan Minah hidup bahagia. Sudah cukup anak tunggalmu yang jadi korban.(MENANGIS) Jangan kau tambah lagi penderitaan batin si Minah. Aku takrela ia jadi janda.
67. BRAHIM
Tidak ! jangan halangi aku. Aku harus turun, aku tak boleh menghianati kaum kita yang sedang berjuang. (MENCABUT RENCONG) Jangan halangi aku, dan biarkan aku berjuang. Jangan paksa aku untuk melakukan pembunuhan walaupun terhadap abang ipar yang paling aku segani sekalipun. (TERJADI PERTENGKARAN. LAGU ATJEH TANOH LOEN SAYANG SEMAKIN BERSEMANGAT.PERTENGKARAN DENGAN ROH GERAK SEUDATI ACEH. TERDENGAR SALAK SENJATA. KAUM ATEUH ROBOH, SUNYI, HENING. LALU BRAHIM BERLARI, SCRINT/ SILHUET TERANGKAT)
68. POLEM
(MENATAP PUNGGUNG BRAHIM) Selamat ber…(BRAHIM MENGIKUTI LAGU ATJEH TANOH LOEN SAYANG DENGAN SEMANGAT YANG TINGGI. IA BERLARI TERDENGAR TEMBAKAN. POLEM MENJERIT LALU MENGEJAR BRAHIM).
69. BRAHIM
Allahuakbar, Allahuakbar…Allah…huak..( TEMBAKAN KETIGA, BRAHIM JATUH DALAM PELUKAN POLEM).
70. POLEM
(MEMANDANG BRAHIM. MEMEGANG LUKA TEMBAKNYA. MENATAP KOSONG. SEDIH. KECEWA. HARU. BANGGA) Aku padamkan asap yang mengepul dihati agar tak jadi api. (LAMPU REMANG LAGU ATJEH TANOH LOEN SAYANG HANYA TERDENGAR GUMAMAN).
71. KOMANDAN UPAH
(MENYERBU MASUK DENGAN ANAK BUAHNYA) Angkat tangan. Geledah tempat ini!
TAMAT
Banda Aceh-Padangpanjang, Agustus 1999
Sulaiman Juned.