KONTAK ‘SENJATA’ DI RUANG KONSEPSI
- KAMILAH “ORANG ANEH” ITU
By: Wiko Antoni, S.Sn
Proses “Kuflet” sebagian besar tentang konflik Aceh, membuat komunitas ini terlihat ‘beda’ di Padangpanjang. Bila komunitas lain membicarakan isu lokal tentang kebudayaan Minangkabau, atau perkara politik Indonesia yang carut marut. “Kuflet” setia menyuarakan kondisi Aceh dari Padangpanjang. Itu dikarenakan Sulaiman adalah seniman dalam komunitas ini, tak pernah berhenti ‘menelurkan’ karya-karya yang dipresentasikan bersama oleh anggota komunitas dalam bentuk pertunjukan. Drama-drama karya Sulaiman Juned dipentaskan secara berkala, didukung oleh posisi Sulaiman yang membaik sejak tahun 1997, setelah tamat S-1 di STSI Padangpanjang. Ia diangkat sebagai tenaga pengajar, sehingga proses kreatif yang dulu terhambat biaya dan rasa lapar kini mulai dapat diatasi. Karya-karya tersebut mendapat tempat presentasi dalam gedung-gedung pertunjukan di STSI Padangpanjang, Taman Budaya Sumatera Barat dan Gedung TBO Sawahlunto.
Teman-teman di “Kuflet” mempresentasikan karya itu sebagai kesetiaan pada kesenian dan kerelaan melepaskan ego kedaerahan. Mereka lebur dalam konsep berfikir dan frame artistik yang dibangun Sulaiman. Setiap pementasan meskipun bukan berasal dari Aceh, mereka tetap cerdas memainkan lakon sebagai orang Aceh. Perlu dicatat diantara mereka adalah, Ika Trisnawati, saat ini ‘keluar’ rumah menjadi guru di Painan, Sumatera Barat. Leni Efendi, sekarang mengajar di STSI Padangpanjang, Maizul menekuni diri sebagai pengusaha di Dumai. Mereka ini bukan orang-orang Aceh, tetapi dalam konsep berfikir tetap beranggapan kesenian menembus batas kedaerahan sehingga rela ikut lebur dalam berbagai diskusi komunitas mengenai kondisi Aceh. Bahkan menyumbangkan fikiran dan materi untuk kelancaran proses kreatif Sulaiman.
Di tengah maraknya seniman Sumatera Barat atau rekan-rekan dari luar Sumatera Barat mementaskan karya bertemakan Sumatera Barat, atau karya-karya penulis drama asing yang diterjemahkan. Sebagian seniman lain asyik mementaskan karya drama pemenang sayembara Taman Ismail Marzuki (TIM), “Kuflet” konsisten mementaskan karya Sulaiman. Anehnya ini disebut ‘aneh’, padahal tidak ada yang ‘aneh’. Kreatifitas ini proses akomodasi biasa dari sebuah komunitas terhadap kegelisahan estetik angotanya. Barangkali terlihat ‘aneh’ karena disini (Sumatera Barat) kalau seseorang tidak ikut-ikutan “jadi Minangkabau” akan dikatakan ‘aneh’.
Orang-orang “Kuflet” agaknya tidak peduli dengan sebutan ‘aneh’ atau sebagian lagi mengatakan mereka bodoh atau ‘diperalat’ Sulaiman untuk menyuarakan Aceh. Mereka berfikiran komunitas bukan sebagai tempat memunculkan ego kampungan kekanak-kanakan, melainkan tempat berproses kreatif dalam membuka wacana ilmu kesenimanan. Pertunjukan demi pertunjukan dipentaskan, suasana semakin ‘panas’, sebagian dari orang-orang yang kontra terhadap ideologi “Kuflet” mulai ‘berkicau’. Menghembuskan ungkapan bertujuan ‘melemahkan’ perjuangan orang-orang “Kuflet”, “kuflet” dikatakan ‘milik” Sulaiman Juned dan tidak mau memberi peluang kreatifitas bagi anggota lain. Sejauh mereka tidak mengganggu orang-orang ‘aneh’ di “kuflet” penghuni rumah Sulaiman (kuflet) tidak menghiraukan ‘kicauan’ burung dalam sangkar itu. Peristiwa duka terjadi juga akhirnya, hasutan dari OTKP (orang tak kenal prinsip kuflet) merasuki beberapa anggota sehingga pertunjukan seharusnya siap dipentaskan terkendala oleh penghianatan dua aktor penting yang melarikan diri seminggu sebelum pentas. Sebagai ‘orang aneh’ anggota “kuflet” yang lain tidak gamang menghadapi kendala itu. Walaupun aktor penting pergi, pementasan tetap dilanjutkan walau aktor baru hanya punya waktu seminggu untuk latihan. Para OTKP kecewa, misi memberangus proses kreatif “Kuflet” yang dirancang matang gagal total.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar