PADANGPANJANG-SUMATERA BARAT
Sekretariat: Jln. Bundo kanduang No.35 Padangpanjang HP.081393286671 Email:sjdoesy@gmail.com

Jumat, 25 Juli 2008

PEMBASISAN KESENIMANAN SEKALIGUS KEIMANAN...By Wiko Antoni,S.Sn

PEMBASISAN KESENIMANAN SEKALIGUS KEIMANAN

A.1. KAMPUNG ITU INDAH, KAMPUNGAN ITU JADDAH

By Wiko Antoni,S.Sn

Bagaimana memaknai kecintaan kepada kampung halaman versi Sulaiman Juned dan “Kuflet”. Kampung halaman adalah tempat pertama dunia dinikmati, tempat terindah di dunia bagi semua orang. Sulaiman Juned begitu mencintai Aceh. Hal ini dapat dilihat karya-karyanya yang selalu kental dengan nuansa Aceh. Namun bukan berarti Sulaiman Juned anti kebudayaan lain. Ia pernah melakukan kolaborasi dengan IDN. Supenida Supenida, S.Skar menjadi pemusik sekaligus pembaca puisi pada tahun 2004 berjudul “Signal Lima” yang merupakan dekonstruksi talempong unggan yang berasal dari Panyalaian Sumatera Barat. Walau dalam berkarya Sulaiman kerap ‘menelorkan’ karya dengan latar belakang Aceh tetapi konsep kesenimanannya bukanlah konsep primordial yang kampungan. Kesenian hasil cipta seniman yang indah, bukan milik satu suku, bangsa atau golongan namun miliki semua orang.

Pemahaman demikian juga ditanamkan kepada seluruh anggota “Kuflet” sehingga dalam “Kuflet” tidak ada istilah terkungkung paradigma budaya sempit, melainkan menatap seluruh tradisi bangsa sebagai aset budaya, yang harus dilestarikan dan dijaga. Kreativitas seni atau istilah lainnya eksotisme kebudayaan perlu diangkat untuk menimbulkan rasa cinta kepada kebudayaan secara total dan menghancurkan pemikiran primordialisme yang sempit.

Pertarungan idealisme Sulaiman Juned dan “Kuflet” di Padangpanjang adalah pertarungan orang-orang eksotik melawan orang-orang primordial. Persoalan minoritas menentang aspek mayoritas membuat orang-orang di “Kuflet” terlihat aneh, padahal tidak ada yang aneh. Primordialisme adalah kebodohan kolektif yang harus dibuang. Sikap terbuka dan saling menghargai nilai budaya, menimbulkan pola hidup dinamis dengan aneka warna. Ego kedaerahan harus di buang. Bukankah sebuah kebudayaan diciptakan dengan dasar filosopi kebaikan, maka tiada budaya yang buruk dari sisi pemiliknya. “Kuflet” lewat Sulaiman Juned sebagai leadernya kerap mengadakan diskusi lintas budaya bertujuan mengkaderkan budayawan-budayawan masa depan yang memiliki integritas tinggi dengan kualitas yang dapat dibanggakan. Budayawan menatap kebudayaan sebagai sesuatu yang dinamis bukan terkurung atau statis.

Sinisme kebudayaan yang tolol harus dihilangkan, keseriusan melakukan penelitian kebudayaan dan mengembangkannya dalam aspek kekinian, sangat perlu dilakukan sehingga budaya yang tak sesuai dengan nilai-nilai ketimuran yang berlandaskan agamis dapat dihambat sisi negatifnya dan diadopsi sisi positifnya. “Kuflet” bergerak seiring perkembangan dunia yang tak pernah berhenti. Pengkaderan demi pengkaderan tetap dilakukan walau para kader datang dan pergi. Mereka yang datang di bina sesuai misi dan visi “Kuflet”, sedangkan yang pergi di lepas kapan saja mereka mau. Seseorang bila merasa sudah cukup menuntut ilmu di “kuflet” untuk apa di paksa menuntut ilmu lain yang belum dituntutnya disini. Toh, setelah merantau dari “kuflet” mereka tetap rindu pulang. “Kuflet” memberi apa yang ia punya tanpa berharap balasan sebiji jarahpun, Tuhan Maha Tahu dan Orang-orang “Kuflet” yakin Tuhan pasti membalas dari apa yang telah diberikan kepada mereka semua.

Kuflet, gabungan manusia dari berbagai latar belakang.Komunitas ini bergabung beragam latar budaya, diantara anggota “kuflet” yang pernah ikut mengeksplorasi ilmu di ‘rumah’ tersebut ada yang berasal dari Aceh, Jambi, Bengkulu, Riau, Aceh, Jawa bahkan Bali. Semuanya menyatu dalam sebuah semangat saling menghargai dengan latar belakang masing-masing. Bersatu dan saling dukung untuk meneruskan perjuangan kesenian. Melaksanakan tugas mulia sebagai seniman mempertanyakan kenyataan, anti kemapanan dan mendekatkan diri kepada nilai-nilai yang tersembunyi dalam jiwa yang paling dalam.

Manusia “Kuflet” adalah jiwa yang mencintai kampung tetapi jauh dari tabiat kampungan. Perbedaan adalah harmoni, tanpa ada perbedaan mustahil akan muncul dinamika hidup. Dinamika hidup inilah yang membuat hidup jadi indah seperti yang diajarkan Islam bahwa manusia diciptakan bersuku-suku untuk saling mengenal. Jadi janganlah jadikan perbedaan sebagai perpecahan namun sebagai rahmat, membuat kita saling mengenal satu sama lain dengan semangat kasih sayang yang ‘diturunkan’ Tuhan.

“Kuflet” tidak membeda-bedakan anggota yang ingin mengeksplorasi ilmu kebudayaan, walau berasal dari beragam etnis, namun tetap difasilitasi sejauh ide mereka tidak melanggar sunnah yang diajarkan nabi Muhammad, SAW. Asal muasal tidak penting yang penting serius berkesenian maka “kuflet” memberi ruang untuk berkreatif dengan segala kemampuan. Konsep Nabi Muhammad SAW, Bertolong-tolonganlah Kamu untuk Kebaikan. Dikembangkan di kufelt .Maka menolong adalah kewajiban, bila tidak dilakukan akan berdosa.

Sulaiman Juned setia memberi arahan kepada seniman-seniman muda “kuflet” yang ingin mengekspresikan semangat kesenimanan dengan bekal ilmu yang dimiliki. Sulaiman menganggap (seniman-seniman muda itu) dari manapun asal kampung halamannya adalah aset masa depan dunia kesenian yang harus di bina dan dikembangan bakatnya. Sulaiman berpendapat, sebagai seniman yang telah malang melintang dalam dunia teater ilmu yang dimilikinya bukanlah milik etnis Aceh belaka. Ilmu itu milik semua seniman muda, maka ia merasa berdosa bila tidak membina seniman muda, walaupun seniman itu bukan sekampung dengannya dan ini sejalan dengan filoshopi yang dianut “Kuflet” dalam memandang dunia ilmu. Kita diperintahkan untuk menyampaikan kebaikan kepada siapa saja Sampaikan Olehmu Walau Satu Ayat. Dengan dasar itulah “kuflet” berjuang mengembangkan ilmu kesenian. Ilmu diturunkan Allah SWT. Untuk semua orang, tiada yang berhak menyimpannya, siapa yang butuh ilmu dan memintanya maka yang memilikinya berkewajiban memberikan, hukumnya sama dengan memberi makan orang lapar atau memberi minum orang sedang kehausan. Begitulah Sulaiman Juned memandang ilmu dalam kerangka transformasi ilmu kepada anggota komunitasnya.

NaZent

Tidak ada komentar: