Prasasti Empat Drama--------------------------------------i
Bagi Abi dan Mak:
Rindu tertumpah lewat ziarah
Yang mengajarkan tentang cinta seorang hamba.
Bagi abang, kakak, dan adikku:
Selalu kukenang masa kanak-kanakmu-ku,
Bercermin di tepi kali, basuh diri di air pancuran
Jadi saksi ajaran cinta dan kasih sayang.
Bagi Titin Istriku:
Tak putus-putus memberikan cinta dan doa.
Bagi Soeryadarma Isman anakku:
Ini ole-ole buatmu-warisan sebagai bukti cinta
seorang Abi.
Bagi Cempala karya, UKM-Teater NOL, dan Kuflet Komunitasku:
Ini jalan membuka nurani, aku tulis lewat imaji batin
mengental di jiwa-memanusiakan manusia.
Bagi (Alm) Prof. DR. Mursal Esten:
Ini catatan tentang kegelisahan spritualku.
Bagi Aceh Tanah Kelahiranku:
Ini baktiku-proses impirisku. Semua
berasal dari sana, tak pernah
ku lupa. Lalu kucatatkan
segala matahati
jiwa-jadi
kaca agar kita tak enggan berbagi.
Padangpanjang, 2 April 2008
Sulaiman Juned
CATATAN EMPAT DRAMA SULAIMAN JUNED
SEJARAH SEBUAH NEGERI TAK PERNAH KERING
DARI DARAH DAN AIR MATA
Oleh: Prof. DR. Mursal Esten *)
Naskah lakon (drama) meruapakan sebuah rekaan yang di rebut oleh penulisnya melalui kenyataan hidup manusia. Kenyataan hidup adalah sumber cipta yang tak pernah kering bagi penulis lakon. Realitas dimamfaatkan penulis melalui selektifitas ide/gagasan dengan melalukan kontemplasi (perenungan), lalu menghasilkan pesan yang ditawarkan sebagai nilai-nilai di balik bentuk.
Empat drama Sulaiman Juned meruapakan bentuk nyata yang ditemukan oleh penulisnya terhadap sengketa yang tak pernah reda di Aceh, diaplikasikannya menjadi realitas sastra (drama). Penulis lakon (drama), dalam dirinya telah memiliki pengalaman etik, estetik dan puitik, baik pengalaman secara langsung. Selanjutnya pengarang tentunya selalu berhubungan dalam domain hubungan manusia yang terealisasikan melalui naskah lakon. Penulis lakon, selalu saja menciptakan kreasi baru melalui plastik bahasa yang baru, tokoh dengan karakter baru, dan konflik serta seting baru pula.
Mari kita simak salah satu karya Sulaiman Juned dalam empat drama, lakon berjudul ‘Jambo (Luka Tak Teraba)’ yang melahirkan konflik baru sangat tajam dan di dramatis, antara manusia dengan dirinya, manusia dengan manusia, manusia dengan alam (lingkungan). Serta memiliki tema yang mendunia (universal), yaitu kekuasaan dan kebebasan.
Sulaiman Juned lewat empat dramanya mencatat tentang sebuah negeri yang tak pernah kering dari darah dan air mata. Betapa tidak, ia mencatat tentang anak-anak yang menjadi yatim, serta perempuan-perempuan yang menjadi janda. Ia juga mencatat tentang negeri yang tak jelas rupa, hal ini dapat dibaca dalam dialog 34 Jambo (Luka Tak Teraba): //…hari ini kawan, besok menjadi lawan. Bahkan kita sangat sulit membedakan antara yang baik dengan yang buruk, antara pejuang dengan oportunistik. Apakah kita mampu duduk semeja dengan orang yang menjadikan penjara seumur hidup// atau dalam monolog “Hikayat Cantoi” halaman 6: //Peristiwa berdarah di kampung ini tak ada lagi yang menangisi, sebab air mata sudah habis di peras. Apa lagi maklumat tentang daftar dosa memuat pernyataan, barangsiapa meratapi kematian maling sama dengan bersimpati kepada maling…. Aku ingatkan kepada pendekar kepala, bila mencari duri dalam tumpukan jerami jangan ladang yang di bakar…//.
Sulaiman Juned mencoba untuk protes terhadap apa yang terjadi di Aceh, dimana Aceh sebagai tanah tumpah darahnya, disisi lain ia mencoba melihat dengan sangat objektif sebagai putra daerah melalui ending pada dialog 71 dalam Jambo (Luka Tak Teraba): //Aku padamkan asap yang mengepul di hati agar tak jadi api//. Dalam empat drama yang di tulis Sulaiman Juned ia memunculkan pernyataan yang sangat dewasa dalam menyaksikan kekacauan negerinya. Naskah lakon Empat Drama merupakan fakta sejarah.
Padang, 8 Juni 2000
*) Sastrawan, Guru Besar Sastra, Pemerhati seni. Sekarang sudah almarhum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar