RIWAYAT HIDUP
Sulaiman, pernah memakai nama pena Soel’s J. Said Oesy, dalam dunia kepenulisan di kenal dengan nama; Sulaiman Juned, lahir di dusun kecil Usi Dayah-Kecamatan Mutiara-Kabupaten Pidie- Aceh (Sekarang Nanggroe Aceh Darussalam), pada tanggal 12 Mei 1965. Lahir dari lingkungan keluarga pedagang. Abi (ayah) bernama M. Juned Said dan Emak (ibu) bernama Juhari Hasan (Keduanya sudah almarhum). Anak kelima dari enam bersaudara, tiga laki-laki dan tiga perempuan, tapi sayang ketika masih berusia tujuh tahun tanpa ada penyakit, abang saya yang lelaki bernama Jubir meninggal dunia sekitar tahun 1960. Sulaiman kecil telah terbiasa dengan kedisiplinan, ajaran mengenai disiplin diturunkan dari Abi (ayah) yang berprofesi sebagai tukang jahit (saya bangga menjadi anak si tukang jahit). Disiplin yang diajarkannya kalau menjahit tidak boleh ada benang atau kain yang terbuang sia-sia. Semenjak dari usia tujuh tahun telah diajarkan berjualan (berdagang), sekaligus bertani kebun kopi (membersihkan rumput dan memetik biji kopi yang merah). Abi (ayah) sangat keras dalam mendidik kami. “Anak laki-laki harus memiliki keahlian khusus, kalau tidak nanti tak akan dapat menghidupi dirinya dan keluarga” Begitu salah satu ajaran Abi (ayah) kepada saya dan saudara-saudara yang lain. Keluarga kami merupakan keluarga yang demokratis, Abi (ayah) juga Emak (ibu) meminta kepada kami untuk memilih “Apa mau pilih melanjutkan pendidikan atau menjadi pedagang” Begitu ungkap Abi (ayah). Makanya abang lelaki yang persis di atas saya bernama Zulkifli Juned setamat SMP Negeri Pegasing-Takengon Aceh Tengah memilih untuk menjadi tukang jahit, lalu beliau di beri modal dan diberikan kebun kopi, sampai sekarang tetap menjadi penjahit meneruskan usaha orang tua. Sedangkan saya memilih untuk melanjutkan pendidikan. Sementara darah seni yang mengalir pada diri Sulaiman kecil diturunkan dari Abua (Kakak dari ibu) bernama Abdullah, beliau di panggil Syech karena beliau pimpinan grup tari seudati, nama senimannya Syech Lah Jarum Meueh. Pada saat berumur 12 tahun sambil membantu orang tua menjaga toko H.S.D Tailor di Biespenantanan-Takengon Aceh Tengah, secara diam-diam sering menonton kesenian Didong (Teater Tradisional Gayo) di daerah Takengon Aceh Tengah. Kesenian ini kekuatannya terdapat pada syair yang diciptakan Ceh-nya secara spontanitas. Pertunjukan didong dipertunjukan semalam suntuk, sejak dari usai shalat Insya (Pukul 20.00 WIB) sampai dengan memasuki sembahyang subuh (Pukul 5.30 WIB). Ceh yang paling digemari adalah To’et (sekarang sudah almarhum) dari grup Sinar Pagi berasal dari kampung Gelelungi Kecamatan Pegasing Kabupaten Aceh Tengah. Ketika berusia 15 Tahun sempat belajar Didong dengan To’et. Sulaiman kecil juga paling keranjingan menonton Sandiwara Keliling Gelanggang Labu yang dipentaskan di lapangan SD Negeri Biespenantanan. Gelanggang Labu merupakan Sandiwara Keliling Tradisional Aceh yang memiliki kesamaan dengan ‘Komedi Stamboel’nya August Mahieu. Serta sangat keranjingan menonton tari Seudati. Didong dan Gelanggang Labu serta tari Seudati menjadi kesenian yang paling disenangi untuk ditonton, makanya tidak heran jika sering bolos mengaji di Pesantren Teungku Muhammad apabila ada pertunjukan Gelanggang Labu maupun Didong, walau resikonya mendapatkan pukulan di kaki dengan Rotan dari Abi (Ayah) karena sering melakukan kesalahan dari instruksi orang tua.
Setelah menamatkan Sekolah Dasar (SD) Negeri Biespenantanan pada tahun 1979, Sulaiman melanjutkan studi di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Takengon Aceh Tengah. Ketika di Sekolah inilah atas bimbingan Ibu Guru Siti Aisyah seorang guru Bidang Studi Bahasa dan Sastra Indonesia yang sering menemukan catatan buku harian bahasa Indonesia penulis yang penuh berisikan puisi. Beliau tidak marah, malahan menganjurkannya untuk mengirim karya-karya puisi tersebut ke Koran Harian dan Majalah. Motivasi yang diberikan Ibu Guru tersebut, maka puisi saya ketik dan mengirimkannya ke Harian Atjeh Post (Aceh), Harian Waspada dan Majalah Dunia Wanita (Medan), puisi tersebut ternyata di muat, dan saya mendapat honor pertama sebesar Rp. 1500,- (Seribu Lima Ratus Rupiah), honor sebesar itu pada tahun 80-an sudah sangat besar.
Selesai studi di SMP, Sulaiman melanjutkan studi di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri Beureunuen- Pidie, dan memilih jurusan Ilmu Pengetahuan Bahasa (IPB) sebagai jurusannya. Di SMA inilah pada tahun 1983 ikut mendirikan Kelompok Teater SMA 431 bersama rekan Ade Ibrahim DY. Kampi, (Almarhum) Nurdin AR, Abu Bakari, Oesman Ali, Syarifah Aini, Nurhayati. Sementara menulis puisi sudah saya anggap sebagai pekerjaan waktu itu, karena dapat menghasilkan uang, puisi saya sudah mulai di muat di Koran nasional seperti; Kompas dan Media Indonesia. Tahun itu juga pertama sekali menulis naskah lakon dengan judul “Perjuangan Putroe di Bihei” yang sekaligus saya sutradarai dan melakukan pementasan di Gedung Serba Guna Kecamatan Beureunuen dalam Rangka acara Perpisahan dengan kakak kelas III, dan pentas di Lapangan Sepakbola Mutiara Beureunuen dalam rangka upacara 17 Agustus 1983. Inilah pengalaman pertama berteater.
Setamat dari SMA Negeri Beureunuen-Kabupaten Pidie, di terima sebagai mahasiswa melalui Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Syiah Kuala, Darussalam-Banda Aceh pada tahun 1985. Tahun 1986 aktif menjadi Redaktur Budaya dan Sekretaris Penyunting di Penerbitan Kampus “Warta Unsyiah” yang diterbitkan Seksi HUMAS Universitas Syiah Kuala, dan Pimpinan Redaksi Bulletin mahasiswa ‘Ceurana’ FKIP/Bahasa dan Sastra Indonesia UNSYIAH. Pada tahun itu juga membuat Forum Diskusi Sastra “Warung Kopi” di Kantin Cempala FKIP UNSYIAH bersama penyair kampus Zab Bransah, Tomi Fajar, Win Gemade, Inal Fromi, Ade Ibrahim DY. Kampi, Nurdin AR, Musfida Kasturi, Muharizal, Jarwansah, A.R. Haris, dan Anshor Tambunan, serta Anhar Sabar. Forum Diskusi ini melakukan bedah buku sastra baik puisi, cerpen dan novel serta drama. Selain itu juga membicarakan karya sastra dari anggota yang di muat di Koran dan Majalah setiap Sabtu sore. Sulaiman juga mulai berkecimpung di Sanggar Gemasastrin FKIP/Bahasa dan Sastra Indonesia UNSYIAH baik sebagai pemeran dan sutradara. Sejak tahun 1987-1993 menjabat ketua UKM. Kesenian UNSYIAH Banda Aceh. Tahun 1990 mendirikan UKM. Teater NOL UNSYIAH Banda Aceh yang melakukan pementasan di Taman Budaya Aceh dan TVRI- Stasiun Aceh. Tahun 1990 Bersama rekan-rekan Forum Diskusi Sastra mendirikan Sanggar Cempala Karya Banda Aceh, tepatnya tanggal 12 Mei 1990 bertepatan di hari Ulang Tahun Sulaiman yang ke-25. Sanggar Cempala Karya Banda Aceh Soel membawa keliling raga teater dengan menyutradarai 102 pertunjukan teater baik di Taman Budaya Aceh maupun melakukan pentas keliling; Aceh-Medan-Riau-Jambi-Bengkulu-Lampung-Palembang-Jakarta dan Bali. Tahun 1990 dipercayakan menjadi Redaktur Budaya di SKM. Peristiwa Aceh di Banda Aceh. Sedangkan pada tahun 1992-1997 bekerja sebagai Redaktur Budaya Majalah Kiprah di Kanwil DEPDIKBUD D.I. Aceh. Cempala Karya sejak tahun 1995-1997 rutin mengisi acara Sinetron setiap bulan di TVRI. Stasiun Aceh. Juga bersama T.Yanuarsyah, dan Nurmaida Atmaja serta Din Saja ikut mendirikan Teater Kosong Banda Aceh pada tahun 1993. Ketika aktifitas berkeseniannya sedang berada di puncak, Sulaiman dapat kabar dari kampung bahwasannya Abi (ayah) yang merupakan kebanggaan hidup yang saya miliki dalam memberikan suri tauladan di panggil pulang oleh yang kuasa (meninggal dunia) pada pertengahan tahun 1993, Sulaiman sangat terpukul.
Ketika rekan-rekan seniman Aceh sibuk mempersiapkan diri mengikuti acara 50 Tahun Indonesia Merdeka di Taman Budaya Jawa Tengah-Surakarta pada tahun 1995, Sulaiman Juned malah memilih mempersunting seorang dara berdarah Aceh-Jawa (ayahnya berasal dari Klaten-Jawa Tengah, dan ibunya berasal dari Aceh) bernama Iswanti menjadi istrinya pada tanggal 17 Agustus 1995. Pada tahun 1995-2000 dipercayakan sebabagai Sekretaris Komite Sastra Dewan Kesenian Aceh, saat itu mempopulerkan Pengadilan Puisi ala Aceh bersama (Almarhum) penyair M. Nurgani Asyik. Kegiatan itu akhirnya menjadi program Dewan Kesenian Aceh. Sulaiman banyak terlibat dalam kegiatan sarasehan, worshob teater, juri baca puisi dan teater, pengamat, pemakalah, penatar maupun sebagai panitia.
Sulaiman yang oleh rekan-rekan seniman Aceh dipanggil dengan nama kecil Soel, namun di rumah keluarganya (orangtua) ia di panggil dengan nama kesayangan Nyak Leman. Tahun 1997 hijrah ke Padangpanjang Sumatera Barat dan masuk menjadi mahasiswa di jurusan Teater Akademi Seni Karawitan Indonesia (ASKI) Padangpanjang (Sekarang STSI). Saat menjadikan mahasiswa sebagai penggagas Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pers Kampus di ASKI Padangpanjang, sekaligus dipercayakan sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Mahasiswa “Laga-Laga” STSI Padangpanjang, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Teater STSI padangpanjang. Di tahun itu juga mendirikan Komunitas Seni Kuflet Padangpanjang yang masih dipimpinnya sampai sekarang dan telah menyutradarai 57 kali pertunjukan teater. Aktif juga membantu mahasiswa yang sedang ujian baik jurusan teater, tari, karawitan dan musik. Dalam berbagai pentas selain sebagai aktor dan sutradara juga ikut berperan sebagai pemusik dan penari. Sulaiman Juned juga menulis narasi sekaligus sebagai narator dalam pertunjukan musik berjudul Desain Struktur “Renungan” Karya/komponis Drs. Wisnu Mintargo (pentas di Teater Tertutup STSI Surakarta, Jawa Tengah 1998), Menulis narasi dan narator dalam pertunjukan musik dengan judul Signal Lima, Karya/ Komposer I. Dewa Supenida, S.Skar., Juga sebagai Skenografi “Opera Simarantang” dalam Orkestra STSI Padangpanjang (Festival Kesenian Indonesia III, di STKW Surabaya 2003). Skenografi monolog Marsinah Karya Ratna Sarumpaet disutradarai Leni Efendi (Auditorium STSI Padangpanjang, 2002), Skenografi pertunjukan teater Mesin Hamlet dengan sutradara Ika Trisnawati (Gedung Teater STSI Padangpanjang, 2003).
Karya puisi terkumpul dalam antologi; Podium (Kriya Artistika, Banda Aceh, 1990), Bunga Rampai Pariwisata Nasional (Pustaka Komindo, Jakarta, 1991), Kumpulan Penyair Banda Aceh (DCP. Production, Aceh, 1993), HU (Teater Kuala Banda Aceh, 1994), Teriak Merdeka (F.H. UNSYIAH, 1995), TTBBKJ (IMSPP, Medan, 1995), Ole-Ole (Antologi Baca Puisi Keliling Aceh, Ceka, bersama Penyair Mustafa Ismail, 1995), Piala Maja I (Aceh Production, 1995), Surat (Kuflet, Padangpanjang, 2000), Dalam Beku Waktu (NGO-HAM Aceh, 2002), Kumpulan Esai “Takdir-Takdir Fansuri” (Dewan Kesenian Banda Aceh, 2002), Tiga Drama Jambo ( Antologi naskah Lakon, Kuflet Padangpanjang, 2005), Mahaduka Aceh (Pusat Dokumentasi HB. Jassin, Jakarta, 2005), Aceh 8,9 Skala Richter Lalu Tsunami (Aceh Bangkit, Jakarta, 2005), Ziarah Ombak (Lapena Aceh, 2005), Lagu Kelu (Aliansi Sastrawan Aceh dan Japan – Aceh Net, Tokyo, 2005), Syair Tsunami (Balai Pustaka, Jakarta 2005), Piala Maja VII (Dewan Kesenian Banda Aceh, 2006), Antologi Puisi Surat: Catatan Merah Putih (Kuflet Studio dan Pury Padangpanjang, 2007) serta Antologi Puisi Tungggalnya berjudul ‘Riwayat’ sedang dalam proses terbit. Baca puisi tunggal/diskusi dalam antologi puisi Riwayat di Gedung Teater Arena Taman Budaya Jawa Tengah (18 September 2006). Kolaborasi “BROEH” ( Tari; Koreografer Alfira O’Sullivan/Australia. Musik; Komposer Deny/ Yogyakarta. Teater/Sastra; Aktor/Penyair Sulaiman Juned/Aceh, pentas di Festival Seni Pertunjukan Internasional, Pasar Seni Gabusan, Bantul-Yogyakarta, 13 Nopember 2006. Serta di Festival Seni Pertunjukan Asia, Asiatri di Mesium Jawa Kaliurang, Yogyakarta, 19 Nopember 2006. Cerpennya juga terkumpul dalam Antologi Cerpen Joglo (Unit Dok. Sastra Taman Budaya Jawa Tengah kerjasama Komunitas ruangsastra bumimanusia dan Sketsa Kata, Solo, 2006). Sulaiman juga banyak menulis cerpen, esai, artikel, kolom, reportase budaya yang di muat di media, seperti; Santunan, Serambi Indonesia, Peristiwa, Kalam, Gema Baiturrahman, Warta Unsyiah, Panca, Kiprah, Ceurana, Wawasan, Ar-Raniry Post, Aceh Post, Aceh Express (ACEH). Analisa, Waspada, Dunia Wanita (MEDAN). Riau Post, Bahana, Majalah Sastra Menyimak (RIAU). Singgalang, Haluan, Mimbar Minang, Padang Ekpres, Majalah Saga, Jurnal Palanta, Jurnal Ekspresi Seni, Majalah Laga-laga (SUMATERA BARAT). Lampung Post (LAMPUNG). Independent (JAMBI). Sriwijaya Post (PALEMBANG). Suara Karya Minggu, Pelita, Republika, Media Indonesia, Kompas, Majalah Sastra Horison (JAKARTA). Majalah Dewan Bahasa dan Sastera (MALAYSIA dan BRUNEI DARUSSALAM). Juga menulis skenario Sinetron, pragment dan drama remaja untuk TVRI. Stasiun Aceh yang disutradarainya bersama Sanggar Cempala Karya Banda Aceh. Sambil kuliah pada tahun 1999 ditetapkan sebagai asisten dosen (Dosen Luar Biasa) di Jurusan teater Sekolah Tinggi Seni Indonesia Padangpanjang. Redaktur Ahli di Jurnal Palanta STSI Padangpanjang (1999-2003), dan Dewan Redaksi di Jurnal Ekspresi Seni STSI Padangpanjang (2004-Sekarang). Sulaiman juga mengajar Bidang Studi Bahasa dan Sastra Indonesia/ Pendidikan Seni di SMA Sore Padangpanjang (1998-2005), Dosen yang mengasuh mata kuliah; Analisis puisi, Analisis fiksi, Analisis Drama, Sejarah Kesusasteraan Indonesia dan Jurnalistik serta Sanggar Bahasa dan sastra Indonesia di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat. Guru teater di SMA Negeri 1 Sawahlunto-Sumatera Barat.
Setelah tamat dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Padangpanjang pada tahun 2002, langsung diangkat menjadi Dosen dialmamaternya pada tahun itu juga, dan merupakan alumni pertama yang diangkat di jurusan teater STSI Padangpanjang. Lagi-lagi belum sempat membalas ‘perhatian-harapan-kasih sayang dan cinta’ yang pernah dengan tulus diajarkan oleh Emak (ibu) yang sampai kini membekas dalam sukmaku sepanjang usia, beliau juga di jemput oleh yang Kuasa (meninggal dunia) di bulan Ramadhan 2004. Aku pun ikhlaskan beliau pergi dengan cinta karena setiap yang hidup pasti mati, kita hanya menunggu waktu. Sulaiman masih dalam keadaan berduka di kampung kecil Usi Dayah pada tanggal 26 Desember 2004 bertepatan dengan peringatan 44 hari Almarhumah Emak tercinta, juga merasakan gempa yang berkekuatan 8,9 Skala Richter lalu Tsunami. Musibah ini juga menjemput beberapa saudara sepupuku. Yang tak kalah memuncaknya kedukaanku turut juga hilang beberapa seniman Aceh dan keluarga menjadi salah satu dari lebih 150 ribu jiwa korban tragedi gempa dan air raya terbesar abad ini seperti; di Banda Aceh Almarhum Maskirbi (Penyair dan teaterawan), Almarhum M. Nurgani Asyik (Penyair, Perupa, teaterawan dan Dosen FKIP UNSYIAH), Versevenny (satu-satunya pelukis wanita Aceh). Di Meulaboh almarhumah penyair Siti Aisyah, Almarhum penyair Mustiar. AR, dan Almarhum Syarifuddin Aliza. Di Lhoukseumawe almarhumah penyair Pinta J. Siddiq yang silaturrahmi diantara kami sama seperti saudara kandung, belum lagi beberapa daerah yang menjadi kenangan hilang dari peta membuat hati remuk-redam.
Sulaiman melanjutkan studi S-2 pada Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Program Studi Penciptaan Seni, minat Teater. Selama kuliah S-2 banyak menerima materi seperti konsep-konsep Analisis Karya Teater Nusantara I dan II, Isu dalam Pertunjukan Teater Nusantara I dan II, Bimbingan Praktek Teater Nusantara I, II dan III, Garap Teater Nusantara I dan II, dan Seminar Karya Teater Nusantara I, II serta beberapa materi yang penulis serap selama mengikuti perkuliahan. Ketika sedang berproses latihan “Hikayat Cantoi” untuk ujian akhir Program Magister pada tanggal 18 Juli 2007 Nenekda tercinta meninggal dunia di Banda Aceh. Penulis proses latihan teater bersama duka, penulis berprinsip siapa kita pasti menghadap-Nya, kita pun hanya menunggu waktu. Jadwal Ujian sudah ditetapkan dari Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, lagi-lagi penulis mendapat berita duka, mertua laki-laki penulis bernama; Kapten Purnawirawan TNI Soepardi berpulang kerahmatullah pada tanggal 26 Juli 2007 di Banda Aceh. Segala ujian yang penulis hadapi diserahkan denga tulus kepada sang pencipta, mungkin ini semua ada hikmahnya. Atas dasar itu, penulis menggarap Karya teater monolog yang berangkat dari teater tutur Aceh P.M.T.O.H dengan judul ‘Hikayat Cantoi’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar